Kamis, 17 November 2016

contoh cerpen singkat tentang cinta, perjuangan dan sahabat

CERPEN

Assalamualaikum wr.wb
Pertama tama marilah kita penjatkan puji syukur kehadirat allah SAW, sehingga kali ini kita masih diberi kesehatan dan dapat menghirup udara segar 😆
 Hay gan..  Kali ini admin akan menyampaikan beberapa contoh cerpen yang sesuai degan struktur dan kaidah. Cerpen ini karya anak bangsa lho dengan berbagai tema, ada tentang cinta, sahabat, pendidikan, perjuangan, dll.
CONTOH TEKS CERPEN

Aku sekarang diam bukan berarti aku tak perduli lagi dengan mu, aku cukup tau diri, siapa aku dihidupmu dan aku berusaha menempatkan diriku sesuai porsi. Aku tak tau sebagai apa aku dihatimu, tapi sebagai apapun aku dihatimu aku bangga setidaknya aku selalu bersamamu.

MENGAGUMI DALAM DIAM
Imelda Tata Fajaria

Dulu aku tak begitu mengenalnya, karena selain dia dulu tidak satu sekolah dengan ku  sekarang aku juga tidak sekelas dengannya.
Berawal dari kegiatan ekstra pramuka, aku bertemu dengan nya. Memang dia tidak  Pras, teman dekat  ku dulu. Akan tetapi, entah mengapa jika aku melihatnya aku jadi sulit melupakan Pras. Aku dan Pras terpisah bukan karena restu orang tua tetapi karena sekolah yang berbeda.
Tama, iya namanya Tama  dia sekarang menjadi pemimpin di ekstraku, jika ada kegiatan ekstra aku selalu bertemu dengannya dan sekarang aku mulai mengaguminya. Ya, aku memang mengaguminya sejak kelas sepuluh sampai sekarang. Karenanya  aku jadi semangat mengikuti kegiatan setiap hari jumat itu.
Sekarang aku sudah kelas sebelas, banyak orang yang bilang kelas sebelas merupakan tingkatan kita untuk mencari jati diri disaat itu pula aku mulai merasakan apa itu cinta, akan tetapi aku hanya bisa memendam rasa cinta itu kepadanya. Sudah setahun ini aku hanya mampu mengaguminya meskipun itu dari jauh.
Berawal dari acara ulang tahun temanku diekstra pramuka yang dirayakan oleh pacarnya saat pulang ekstra, saat itu temanku Via tidak masuk ekstra karena sakit, dengan terpaksa aku duduk sendirian. Sambil menunggu acara dimulai aku mengambil gadged yang ada di tasku. Aku merasakan ada sesuatu di sampingku, saat aku membalikan badan. Wow,  ternyata sudah ada seorang lelaki yang duduk di sampingku menatapku dan menyapaku. Betapa kagetnya aku ternyata orang yang selama ini aku kagumi berada di dekatku. Yaa, sekarang aku duduk berdua dengannya. Tidak hanya duduk, tetapi dia juga mengajak bicara dengan ku. Banyak hal yang kita bicarakan, banyak juga gombalan -gombalan  yang diberikan kepadaku. Sejak saat itu aku dan Tama menjadi dekat, maksudnya sekarang Tama sudah mengenalku dan aku juga sudah mengenalnya. Tiap ada acara ekstra Tama selalu mengodeku, dengan sifatnya yang seperti itu menjadikan ku salah tingkah bila didekatnya dan kini harapan itu muncul dibenakku.
Keesokan harinya aku mendengar kabar bahwa dia sudah memiliki seorang kekasih yaitu, seniorku di SMA. Seketika hatiku hancur mendengarnya harapan itu seakan akan langsung sirna. Memang sakit itu ketika mengagumi seseorang yang sedang mengagumi orang lain. Aku sempat berfikir kenapa harus ada pertemuan yang singkat itu, kenapa dia selalu mengodeku disaat kita bertemu.  Sekarang apa dayalah aku.
Aku sadar, mungkin saja aku yang menganggapnya lebih atau memang dia bersifat seperti itu di semua perempuan.
Menjauh?
Itu bukan pilihan ku. Pilihanku sekarang yaitu mengejar prioritas. Tentu nilai yang ku kejar dan aku nggak bakal baper lagi jika didekatnya.
Meski aku tau bahwa dia sudah memiliki seorang kekasih, harapan itu selalu ada dibenakku karena inilah aku dan ini sifatku. Aku lebih memilih tidak menjauhinya dan hanya mengagumi dari jauh karena cinta dalam diam itu yang dianjurkan oleh agamaku. Sesuai dengan kisah cinta suci Saidatina Fatimah dan Saidina Ali yang akhirnya Allah pertemukan. Sesungguhnya mereka yang mencintai secara diam itu sedang berjihad. Berjihad menentang kehendak diri dan menundukkan nafsu hati.
Seandainya jika kau catatkan dia sebagai milikku maka, satukanlah hatinya dengan hatiku. Aku yakin bahwa keindahan itu akan datang tepat pada waktunya. 


Berakhir jadi Sahabat
Karya Anisa Kusuma Aditya
Kringgg, kringgggg. Bel pergantian jam berbunyi menandakan bahwa pelajaran di kelasku berganti menjadi Biologi. Saat itu kami akan melakukan presentasi Biologi. Kami berkumpul pada kelompok masing-masing. Aku dan Fadhila kebetulan satu kelompok. Kami adalah teman sebangku. Kami sudah bersahabat sejak kelas 5 SD dan masuk ke SMA yang sama. Karena saking lamanya kami bersahabat, Aku dan Fadhila memiliki banyak kesamaan akan tetapi selalu berbeda persepsi. Walaupun begitu kami bisa saling melengkapi.
Setelah pelajaran Biologi, kami keluar untuk pergi ke kantin.
“Fadhila , ke kantin yuk” ajakku.
 “Ayo, aku sudah merasa lapar gara-gara presentasi tadi.” jawab Fadhila.
Akhirnya kami pergi bersama ke kantin. Fadhila membeli nasi dan gorengan sedangkan aku hanya membeli roti dan air mineral. Ketika kami akan membayar, kulihat Fadhila terus memandangi seorang pria yang sedang makan di kantin. Yup, pria itu adalah ketua kelas kami yaitu Fadlan. Dia memang sosok yang tampan, cerdas, dan bertanggung jawab. Jadi tidak heran apabila banyak perempuan yang menyukainya terutama Fadhila.
Kami pun langsung pergi dari kantin setelah membayar. Ketika menuju ke kelas aku bertanya kepada Fadhila
 “Kamu suka sama Fadlan ya?” tanyaku sambil menyenggol lengannya.
“Ah enggak kok. Kamu sok tau deh” jawab Fadhila seraya tersenyum malu.
“Lantas tadi kenapa kamu memandangi Fadlan terus?” tanyaku sambil tertawa. Fadhila tidak menjawab pertanyaanku dan berjalan cepat meninggalkanku sendiri.
Esoknya aku dan Fadhila berangkat bareng ke sekolahan. Aku dibonceng Fadhila menggunakan sepedanya. Ketika diperjalanan ban sepeda Fadhila bocor, padahal sekolahan masih jauh dan disekitar situ ak ada tukang tambal ban. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya kami menemukan tunkang tambal ban. Saat kami menunggu, terdengar dari kejauhan suara motor Fadlan dan teman-temannya. Fadlan melihat aku dan Fadhila sedang menambalkan ban sepeda Fadhila. Kami ditawari untuk nebeng motor Fadlan dan temannya. Karena aku tahu bahwa Fadhila menyukai Fadlan maka aku menyuruh Fadhila untuk boncengan dengan Fadlan biar aku dengan Rio, teman Fadlan. Fadhila pun mau walaupun sedikit malu.
Akhirnya kami sampai di sekolahan tepat waktu.
“Makasih ya udah bolehin kita nebeng kalian” ucapku.
“Gak masalah kok, kita kan temen sekelas jadi harus saling nolong”  jawab Fadlan.
“Ya udah yuk kita masuk ke kelas nanti keburu gurunya dateng” sahut Fadhila.
 Kami pun sampai di kelas dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Di kelas Fadhila tak henti-hentinya memandangi Fadlan sambil senyam-senyum sendiri. Tanpa disadari oleh Fadhila, Fadlan melihat kelakuannya tersebut. Aku yang berada disamping Fadhila berkata
 “Fadhila, Fadhilaaa...., tuh kamu diliatin sama Fadlan emang gak malu?”. Fadhila pun tersadar setelah aku senggol tangannya. Fadlan memberi senyuman kepada Fadhila dan Fadhila hanya tersipu malu.
Saat jam istirahat kelas dalam keadaan kosong. Aku dan Fadhila menuju ke kelas setelah dari perpustakaan. Ketika kami sampai di kelas terdapat satu tangkai bunga mawar di meja Fadhila. Dilihatnya secarik kertas bertuliskan
With Love,
F
Fadhila senangnya bukan main karena ia yakin bunga itu dari Fadlan. Aku pun juga turut senang atas kebahagiaannya. Tak lama kemudian Fadhila mendapat WA dari Fadlan: KITA KETEMUAN DI TAMAN BELAKANG SEKOLAH JAM 4 SORE NANTI. Kebahagiaan Fadhila pun bertambah setelah mendapatkan WA dari Fadlan.
                Sorenya tepat pukul 16.00 Fadhila sampai di taman belakang sekolah begitu pula dengan Fadlan yang sudah berada disana terlebih dahulu. Fadhila menghampiri Fadlan dengan rasa senang yang disembunyikannya.
“Eh, kamu ternyata udah dateng. Aku kirain kamu lupa” ucap Fadlan seraya kaget dengan kedatangan Fadhila.
“Aku gak bakaln lupa lah, apalagi buat ketemu sama kamu” jawab Fadhilasambil tersenyum. Mereka berdua pun berkeliling disekitar taman sambil berbincang.
“Makasih ya buat bunganya” ucap Fadhila dengan penuh percaya diri.
“Bunga???” sahut Fadlan dengan ekspresi bingung.
“Aku gak merasa pernah ngasih kamu bunga” jelas Fadlan.
“Lalu bunga yang diatas mejaku tadi? Itu dari kamu kan??” tanya Fadhila dengan keheranan.
“Ohh, bunga itu. Memang benar dari aku tapi sebenarnya bunga itu untuk sahabatmu, Ani” jawab Fadlan. Kebahagiaan Fadhila seketika hancur begitu saja setelah mendengar penelasan Fadlan.
“Terus apa hubungannya dengan kamu ngajak aku kesini??” tanya Fadhila dengan sedikit kesal.
“Aku ingin meminta bantuanmu untuk mendekati Ani karena aku menyukainya” jawab Fadlan. Seketika air mata Fadhila mengalir di pipinya dan memalingkan wajahnya dari Fadlan. Fadhila pun pergi meninggalkan Fadlan dengan tangis yang seketika pecah dan perasaan kecewa.
                Pagi itu aku dan Fadhila tidak berangkat bersama. Aku tak mengetahui alasan Fadhila tidak menjemputku. Kami akhirnya bertemu di kelas. Fadhila datang lebih dulu daripada aku. Aku menghampirinya dan bertanya bagaimana ketika ketemuan sama Fadlan.
”Fadhila, gimana kemarin sama Fadlan??” tanyaku. Fadhila seketika meninggalkanku dengan raut wajah kesal tanpa menjawab pertanyaanku. Aku bingung kenapa Fadhila seperti itu. Ketika istirahat, aku ke kantin sendirian tanpa ditemani Fadhila. Keluar dari kantin, Fadlan memanggilku
“Ani!!” Seketika aku langsung menengok kebelakang. Fadlan pun menghampiriku.
“Fadlan, ada apa??”tanyaku padanya.
”Gak apa-apa kok, aku cuma mau ngomong sebentar sama kamu” jawab Fadlan.
“Oh ya sebelum itu aku mau tanya. Kenapa sih setelah ketemuan sama kamu Fadhila  kok jadi  kayak gitu?” tanyaku lagi.
“Itu yang pingin aku omongin sama kamu” jawab Fadlan.
Tanpa aku sadari Fadhila melihatku dan Fadlan sedang berbincang. Ketika aku memanggilnya ia lantas pergi.
                Fadlan menceritakan semuanya kepadaku ketika ia dan Fadhila ketemuan di taman. Aku begitu terkejut ketika Fadlan berkata bahwa bunga yang diatas meja bukan untuknya tapi untukku. Fadlan mengungkapkan perasaannya kepadaku bahwa ia menyukaiku bukan Fadhila.
“Akan tetapi Fadhila lebih menyukaimu, Fadlan.” Jelasku.“Ia sudah lama mengagumimu.” jelasku lagi pada Fadlan.
“Aku mengajak ketemuan Fadhila kemarin untuk membantuku mendekatimu, Ni. Karena aku suka sama kamu.” sahut Fadlan sambil memegang tanganku. Aku lantas pergi meninggalkan Fadlan menuju ke kelas.
                Pulang dari sekolah, aku bertujuan pergi ke rumah Fadhila. Aku ingin menjelaskan semuanya bahwa Fadhila telah salah paham. Ketika aku telah sampai di rumah Fadhila, aku hanya bertemu dengan pembantunya. Aku menanyakan Fadhila ada di rumah atau tidak.
“Bik, Fadhila ada di rumah ?” tanyaku.
“Fadhilanya ada mbak, tapi katanya lagi gak mau diganggu sama siapa-siapa” jawab pembantu Fadhila.
“Kalau boleh tanyain lagi, bik. Ani mau ketemu.” sahutku.
Pembantu Fadhila mengangguk dan masuk ke rumah. Taka lama kemudian pembantu Fadhila kembali.
“Kata Non Fadhila, dia gak mau ketemu sama mbak Ani.” jelas pembantu Fadhila.
Raut wajahku berubah sedih
“Yaudah bik, makasih. Maaf kalau ngerepotin.” ujarku.
“Nggak apa-apa, mbak” jawabnya.
Setelah pamit, aku langsung pulang ke rumahku yang tak jauh dari rumah Fadhila. Aku berharap Fadhila tidak salah paham padaku.
 “Ya Tuhan, jangan engkau biarkan ada kebencian diantara kami.” ujarku dalam hati.
                Di sekolah Fadhila tidak berbicara sepatah dua patah katapun kepadaku. Aku takut hanya karna masalah dengan Fadlan persahabatanku dengan Fadhila putus. Ketika di kelas hanya ada aku dan Fadhila, aku memberanikan diri untuk berbicara padanya.
“Fadhila, aku pingin jelasin semuanya ke kamu.” ucapku dengan sedikit gugup. Fadhila menengok ke arahku.
“Jelasin apa ? udah jelas kalau Fadlan itu suka sama kamu bukan aku.” jawab Fadhila dengan wajah marah campur sedih.
“Aku berusaha buat deket sama Fadlan biar dia tahu perasaan aku ke dia, tapi malah apa jadinya dia bilang sendri ke aku kalau dia suka sama kamu, Ani.” sahut Fadhila lagi.
“Hati seketika hancur mendengar hal itu dan aku berpikir nggak mau kenal sama kamu lagi, Ni” jelasnya dengan menangis. Mendengar ungkapan itu dengan Fadhila hatiku menangis.
“Fadhila, aku itu nggak suka sama Fadlan. Apakah hanya karna Fadlan persahabatan kita bisa hancur begitu saja ? kita pernah berjanji bahwa kita nggak akan bisa terpisah dalam maslah apapun.” ujarku dengan air mata yang terus mengalir dipipiku. Fadhila lantas pergi dari kelas meninggalkanku yang masih menangis.
                Berhari-hari aku tidak berbicara dengan Fadhila, bahkan dikelaspun kami tak saling tegur sapa. Fadlan yang melihat hal tersebut sampai pernah membantuku untuk mendekatkanku dengan Fadhila kembali tapi gagal. Beberapa kali Fadlan membantu mengguakan cara papun, tapi terus gagal. Ketika jam istiraha, aku pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku kimia. Tanpa disengaja aku bertemu dengan Fadlan yang juga akan meminjam buku. Kamipun mencari buku bersama. Setelah selelsai meminjam buku dari perpustakaan Fadlan memberikan satu lembar kertas yang bertuliskan. “malam minggu nanti datang ya ke kafe melati jam 7. Kakakku ngadain pesta dan aku disuruh mengundang kamu, datang ya ???”.
Aku sempat berpikir bahwa aku tak au datang apalagi tanpa Fadhila, tapi karna Fadlan disuruh kakaknya, jadi aku datang aja walaupun terpaksa.
                Malam minggupun tiba, aku bersiap-siap untuk datang ke pesta kakaknya Fadlan. Aku pergi kesana diantar oleh supir. Ketika sampai disana kafe dalam keadan sepi dan tidak ada tanda-tanda orang mengadakan pesta. Kulihat dipojokan kafe ada seorang perempuan sedang duduk sendiri. Aku berjalan mendekatinya, setelah aku sudah dibelakangnya, aku bertanya kepadanya.
“Permisi mbak, apa benar disini diadakan pesta ?” tanyaku pada perempuan itu.
Perempun itu balik badan dan begitu tekejutnya aku ketika melihatnya. Ternyata perempuan itu adalah Fadhila.
“Fadhila ? Kamu ngapain ada disini ?” tanyaku penuh keheranan.
“Lantas kamu juga ngapain ada disini ?“ Fadhila balik bertanya.
“Aku diundang Fadlan kesini buat rayain pesta kelulusan kakaknya.” jawabku Fadhila berdiri dari duduknya dan berkata.
“Aku juga disuruh kesini sama Fadlan, tapi aku gak tahu alasannya menyuruh aku ke kafe melati.”
Kami berduapun bingung kenapa Fadlan menyuruh kami datang ketempat yang sama tapi dengan alasan yang berbeda. Ketika aku dan Fadhila masih bingung dengan rencana Fadlan, tiba-tiba ada suara gitar dan suara seoang pria yang menyanyikan sebuah lagu. Lagu ini tidak asing ditelingaku karena aku pernah mendengarnya. Aku dan Fadhila balik badan dan ternyata pria itu adalah Fadlan yang sedang menyanyikan lagu Tiffany Kenanga berjdul Sahabat. Aku merasa terkejut begitu pula dengan Fadhila.
“Fadlan, katanya kakakmu mengadakn pesta tapi kok kafenya sepi ?” tanyaku sambil mendekati Fadlan. Ia hanya tersenyum.
“Aku menyuruh kalian kesini supaya kalian bisa saling berbincang. Suda cukup lama kalian tidak seperti ini, karena aku kalian saling menjauh.” jelas Fadlan.
“Lalu apa tujuan kamu melakukan ini semua ?” tanya Fadhila pada Fadlan.
“Ani, Fadhlia, aku minta maaf, gara-gara aku persahabatan kalian jadi renggang. Aku menyuruh kalian kesini karena aku pingin nyatuin kalian kembali.” jawab Fadlan. “Aku nyanyi lagu ini karena aku bisa ngerti bahwa persahabatan kalian lebih penting daripada harus nurutin ego aku.” sahut Fadlan lagi.
                Tiba-tiba Fadhila memelukku dan berkata.
“Ani, aku minta maaf, akhir-akhir ini aku merasa egois. Aku udah nggak mikirin dan nggak ngebolehin kamu ketemu sama aku. Aku Cuma mikirin diriku sendiri.”
“Nggak apa-apa kok, aku bisa ngerti keadaan kamu. Aku juga minta maaf kalau aku punya salah.” ucapku dengan perasaan haru. Kami akhirnya saling memaafkan. Fadlan sangat senang bisa melihat aku dan Fadhila seperti dulu lagi.
“Mendapatkan pacar itu lebih mudah daripada mendapatkan sahabat sejati. Karena apabila kita sudah memilikinya, maka susah untuk mempertahankannya tanpa ada rasa saling percaya satu sama lain.
“Mulai sekarang aku pingin kita bertiga jadi sahabat.” ucap Fadlan dengan penuh bahagia.
Aku, Fadhila, dan Fadlan pun saling berpelukan. Sejak kejadian itu kami bertiga menjadi sahabat dan tidaka ada lagi kesalahpahaman diantara kami.


Sahabat Jadi Cinta
(karya : Risa W.I)
Pagi mulai menghampiri, suara ayam yang membangunkan penduduk Desa Asri mulai terdengar ditelinga. Tak ketinggalan suara burung yang berkicau sangat merdu mulai meramaikan suasana
Jam dinding sudah menunjukan pukul 05.00 WIB. Wanda mulai terbangun dari mimpi indahnya “Hoaaammmm selamat pagi dunia.” ucap Wanda sembari membereskan tempat tidur nya. Dan bergegas untuk sholat shubuh dan mandi.
Perlu diketahui Wanda adalah remaja yang baru menginjak usia 15 tahun, kini Wanda duduk di bangku Sekolah Menengah Atas di salah satu sekolah favorit di Semarang. Ia termasuk anak yang pendiam dan pandai.
“Wan, sarapan dulu ya!” suruh Ibunya.
“Iya, Bu.” jawab Wanda.
Wanda lalu bergegas ke meja mukan untuk sarapan, Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.20 WIB. Ia segera berangkat ke sekolah, Sebelum berangkat sekolah ia tak lupa berpamitan dengan kedua orang tuanya. Ia berangkat sekolah menggunakan sepeda motor ke sayangannya.
        Ketika sampai di sekolah, sekolahnya sudah mulai ramai banyak murid yang berdatangan. Ia mulai memasuki ruang kelas yang tak jauh dari parkiran di sekolahnya itu. Sebelum jam 7 pagi, teman-teman Wanda mulai datang satu persatu. “Hai Wan.” ucap Ari pagi itu. Wanda hanya membalas dengan senyuman. Oh ya Ari itu adalah teman bahkan sahabat terbaik Wanda, Ia cowok yang paling dekat dengan Wanda.
            Awalnya Wanda hanya beranggapan bahwa Ari itu sahabat yang paling perhatian, karena Ia selalu menemani di saat duka maupun suka. Tetapi lama-kelamaan Wanda merasakan adanya rasa kepada Ari. Di mata Wanda, Ari adalah cowok yang  paling sempurna di kelasnya. Tetapi Wanda merasa bahwa Ari tidak pantas untuknya karena Ari adalah sahabat terbaiknya.
         Tiba-Tiba bel istirahat berbunyi, lalu Ari menghampiri Wanda.
“Hei Wan, Ke kantin yuk.” ajak Ari
“Oke, ayo.” jawab Wanda
          Lalu Wanda dan Ari pergi ke kantin, sesampainnya di kantin bertemu dengan Diki, Ia juga teman sekelas Wanda dan Ari dan teman-teman dikelas banyak yang bilang kalau Diki itu suka denganWanda. Tiba-tiba Diki menghampiri Wanda dan Ari.
“Hei Wan.” sapa Diki pada Wanda
“Iya Dik” jawab Wanda
“Ayo Wan, Kita duduk disana.” ajak Ari
“Wan aku boleh ikut gabung dengan kalian berdua” tanya Diki
“Iya, boleh aja” kata Wanda
           Lalu mereka makan bersama, tapi ada pandangan yang aneh pada pada Ari, Ia terlihat tidak senang saat Diki ikut bergabung. Wanda berharap Ari cemburu pada Diki. Tapi Wanda tidak bisa berharap lebih seperti itu. Bisa saja Ari takut kehilanggan Wanda hanya sebagai sahabatnya saja. Tiba-tiba bel masuk pun berbunyi.
“Ayo Wan, masuk ke kelas.” ajak Diki
“Kamu duluan aja, aku nanti sama Ari aja” jawab Wanda
“Hemm ya udahlah, aku masuk ke kelas dulu.” ucap Diki
           Tidak lama kemudian Ari dan Wanda pun bergegas menuju kelas. Di tengah perjalanan saat menuju kelas Ari bertanya kepada Wanda.
“Kata teman-teman di kelas Diki itu suka sama kamu ya?” tanya  ARI
“Ihh kamu ngomong apa sih, ayo buruan ke kelas ke buru Ibu guru datang.” jawab Wanda
         Hari itu Ari kelihatan beda, Ia seperti menyembunyikan sesuatu di belakang Wanda.
         Bel pulang sekolah pun berbunyi, lalu Diki mengajak Wanda pulang. Padahal Wanda berharap kalau Ari yang mengajaknya pulang.
          Setibanya di rumah, Wanda memarkirkan sepedanya di depan rumah, Ia bergegas membuka  pintu gerbang yang menjulang tinggi di derpan rumahnya. Gerbang terbuka dengan lebarnya kemudian Wanda mengambil sepedanya yang diparkir di depan rumah dan memasukkannnya di halaman rumah, ia menurunkan standar sepedanya dan bergegas masuk kedalam rumah. Wanda terduduk di salah satu kursi di rumahnya lalu ia melepas satu demi satu tali sepatu yang mengikat sepatunya. Tak lupa ia juga melepas kaos kaki yang membalut di kakinya. Lalu Wanda menuju kamar untuk ganti baju, lalu ia berbaring ditempat tidur. Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya. Kemudian wanda keluar kamar dan menuju kedepan untuk membuka pintu rumahnya, tak di sangka ternyata yang datang ke rumahnya itu Ari. Wanda sangat senang melihat Ari datang kerumanya kali itu.
“lagi sibuk gak Wan?” tanya Ari
“Enggak kok, emangnya ada apa?” jawab Wanda
“Kalau nanti malam aku ajak kamu keluar bisakan?” tanya Ari
“Emm iya ntar malam aku bisa kok” jawab Wanda
“Ya udah ntar malam aku jemput kamu ya Wan.” ujar Ari
              Langit semakin tua, matahari di barat lama kelamaan telah tenggelam, Langit yang semula biru telah berganti menjadi kelabu. Tak terasa suara Adzan Maghrib telah berkumandang. Wanda bergegas untuk mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sekitar seperempat jam telah Wanda gunakan untuk menunaikan kewajibannya. Lalu Wanda bersiap-siap untuk menunggu Ari dirumahnya.
             Tak lama kemudian Ari pun datang.
“Malam Ar.” Sapa Wanda
“Iya malam juga Wan, gimana udah siap?” tanya Ari
“Udah kok, Lagian juga udah pamit sama orangtuaku.” ucap Wanda
             Saat itu bertepatan dengan malam minggu jadi Wanda di bolehin orang tuanya keluar rumah sebentar. Lalu mereka berdua pergi dari rumah Wanda. Di jalan Wanda bertanya kepada Ari kalau sebenarnya kita mau kemana, Ari bilang kalau tempatnya tidak jauh. Beberapa saat kemudian tibalah mereka berdua di suatu taman Kota yang ramai, disitu Ari mau tunjukin sesuatu kepada Wanda.
           Wanda dan Ari pun duduk berdua dislah satu bangku taman. Dan Ari pun membuka pembicaraan.
“Wan, ada yang pengen aku omongin, tapi kamu jangan marah ya?” ucap Ari
Seketika itu juga jantungnya Wanda berdegub kencamg.
“Iya, kamu mau ngomong apa?” tanya Wanda pada Ari
“Wan, sebenarnya dari pertama kita ketemu, aku sudah mulai sayang sama kamu, tapi aku masih malu jadi selama itu aku hanya bisa bersahabat dengan kamu. Tapi baru malam ini aku berani ungkapkan ke kamu Wan. Aku pengen kita punya cinta yang abadi seperti  kuku yang selalu tumbuh walaupun telah dipotong hingga berkali-kali. Aku juga ingin kata-kata aku dan kamu menjadi KITA.”  ucap Ari
“Jadi kamu sudah lama memendam semua ini.” tanya wanda
“Iya sudah lama, dan aku baru berani mengatakannya sekarang Wan.” jawab Ari
“Kenapa kamu gak ngomong dari dulu, padahal kita kan udah bersahabatan lama?”  tanya Wanda dengan serius
“Aku Cuma takut persahabatan kita jadi rusak Wan.” ucap Ari
“Jujur aku sebenarnyan juga sayang sama kamu lebih dari sekedar sahabat Ar.” jawab Wanda mengakui
“emmmmm jadi sekarang gimana?” tanya Ari dengan gugup
“hmmm maaf banget, aku gak bisa.” ucap Wanda
“ya udah gak apa-apa kok.” ucap Ari kecewa
“Ihh dengerin dulu, maksutnya maaf gak bisa nolak kamu hehehehe.” jawab Wanda dengan ketawa
“Kamu serius?” tanya Ari
“Duarius deh.” jawab Wanda
“Yee makasih ya Wan.” ucap Ari sambil tersenyum
“Iya Ar.” ucap Wanda dengan membalas senyumannya
           Malam itu Wanda dan Ari pun sangat bahagia, dan semenjak itu Wanda dan Ari resmi pacaran.


MENGHARAP KASIHMU
(Karya Asrining D Palupi)

Kesunyian malam menemaniku dalam kesendirianku . Hembusan angin seakan turut menghapus limpahan air mata di pipiku. Entah sampai kapan aku akan bertahan dalam penderitaan ini. Terdengar derap langkah perlahan menuju kamarku,segera kuhapus linangan air mata yang tak mau pergi  dari mataku yang sipit. Pintu kamarku diketuk perlahan, ku dengar suara lembut seorang perempuan memanggil namaku.
“Aldi.. ayo turun nak, waktunya makan malam.”
Aku bergegas membuka pintu dan kulihat senyuman manis perempuan berparas cantik itu. Dia adalah Bundaku, malaikat yang selama ini selalu melindungiku.
“Ayo sayang, Ayah pasti sudah menunggu.” Ucap Bunda bersemangat.
Aku mengangguk perlahan, ku raih tangan halus Bunda dan berjalan beriringan menuju meja makan, yang masih hangat menunya. Aku sangat senang ketika melihat makanan kesukaanku disajikan. Aku segera mengambil nasi dan duduk tepat di depan Ayah. Belum sampai sesuap nasi masuk ke mulutku, tiba-tiba suara Ayah mengejutkanku.
“Kenapa si bisu ini, kau ajak makan bersama kita, membuat selera makanku hilang saja ” kata Ayah kasar kepada Bunda
“Apa salahnya  Aldi makan bersama dengan kita, Mas ? dia juga anggota keluarga dirumah ini, dia juga anakmu Mas.” Nampak raut muka Bunda kecewa.
“Heh.. jangan mimpi, aku tak sudi memiliki anak bisu seperti dia, dia bukan anakku ! “    
“Mas, kau boleh berkata kasar padaku, tapi jangan sampai kau sakiti anakku, kau memang seorang Ayah yang tak berhati mas.“
“Terserah.. aku makan diluar saja” Ayah segera menyalakan mobilnya, keluar dari garasi rumah, meninggalkan kami berdua di meja makan.
“Maafkan Ayahmu ya, sayang “ sambil menangis Bunda membelai rambutku.
Aku tersenyum lebar kepada Bunda. Dengan tabah ku genggam erat  tangan Bunda, aku meyakinkan Bunda bahwa aku baik-baik saja.
Ya.. hal ini memang sering ku alami, terkadang aku merasa bersalah karena Bunda selalu sakit hati jika aku dicaci maki oleh Ayah. Walaupun Ayah sering menyakitiku tetapi aku tetap menyayanginya, bagiku Ayah adalah karunia terbaik yang diberikan tuhan kepadaku, aku ingin selalu menjaga dan melindunginya. Aku memang bukanlah anak yang sempurna, aku lahir tanpa tangis, sehingga dokter menyatakan bahwa aku bisu. Tetapi aku tidak pernah menyalahkan Tuhan atas semua kehendaknya, aku selalu bersyukur atas pemberiannya, tugasku adalah menjaga jiwa dan raga ini. Begitu nasihat Bunda, ketika aku mulai kehilangan semangatku.
Malam itu juga, dengan berat hati Bunda mengantarku ke kamar, dengan kasih dan sayang Bunda mencium keningku.
“Maafkan Bunda ya sayang, apapun yang terjadi Bunda akan selalu menyayangimu.“ bisik Bunda lembut
Kemudian aku meraih pensil dan secarik kertas di samping tempat tidurku, kutuliskan perasaanku untuk Bunda
Bunda jangan sedih terus, Aldi nggak pernah marah kok sama Ayah. Aldi sangat menyayangi Ayah, Aldi yakin Ayah pasti juga menyayangi Aldi. Makasih ya Bunda untuk semua kasih sayang yang telah Bunda berikan pada Aldi, Aldi sangat menyayangi  Bunda.
Setelah membaca tulisanku, Bunda memelukku erat, kemudian meningalkanku untuk istirahat. Dalam tidurku, aku selalu berharap esok akan menjadi hari terbaikku bersama Ayah.
Seperti malam-malam sebelumnya aku sulit untuk tidur. Jam sudah menunjukkan tengah malam,tetapi mata ini serasa tak mau dipejamkan.  Aku sesekali ingat pada Ayah, aku sering berpikir mengapa Ayah begitu membenciku ?, apakah Ayah malu memiliki anak seperti aku ?
Ah.. kubuang pertanyaan-pertanyaan aneh itu dalam benakku,aku tetap yakin bahwa suatu saat Ayah akan menyayangiku. Ku singkirkan hangatnya selimut,kemudian aku beranjak dari ranjangku untuk mengambil air wudhu. Langkahku seketika terhenti, melihat ayah tertidur pulas di kursi ruang tamu. Aku berbalik arah mengambil selimut di kamarku. Ku selimuti ayahku yang tampak sangat kelelahan. Ku pandangi ayahku dalam-dalam. Seandainya ayah tau,aku sangat mencintai dan menyayangi ayah.
Malam pun semakin larut, dan mata ini tak segera terpejam, aku sangat bosan. Kemudian aku melangkah menuju meja belajarku. Ku curahkan segala perasaan dalam selembar kertas suci.
Tuhan, mengapa engkau ciptakan aku seperti ini ?
Mengapa aku berbeda dari yang lain?
Tetapi aku tidak boleh menyerah untuk menjalani ini semua
Aku juga tidak akan menyalahkanmu, Tuhan. Aku juga tidak akan menyesali apa yang telah ku miliki
Tugasku adalah mensyukuri apa yang menjadi milikku, dan menjaganya dengan baik.
Aku yakin suatu saat nanti, aku akan menjadi manusia berguna, manusia yang dapat menjaga ayah dan bunda.
Aku berharap, engkau hilangkan rasa benci ayah padaku.
Aku ingin mendapat kasih sayang dari ayahku,sosok pemimpin hebat, yang telah engkau anugerahkan padaku.
Aku juga ingin merasakan hangatnya pelukan ayah, aku juga ingin  bermain bersama dengan ayah seperti anak yang lain.
Aku selalu menyayangimu ayah..
Sang surya telah menjema masuk ke kamarku, menandakan bahwa aku harus segera bangun, menyiapkan diri untuk sekolah. Sebelumnya aku membantu bunda dahulu di dapur menyiapkan sarapan.
“Aldi hari ini bunda berangkat pagi, jadi nanti kamu berangkat sekolah bersama ayah, ya..“
Aku mengangguk dengan senyum riang. Terbesit di pikiranku bahwa aku akan mengalami hari terbaik dalam hidupku bersama ayah. Terima kasih Tuhan engkau telah mengabulkan permohonanku.
Aku bersiap cepat, kemudian menuju meja makan untuk sarapan. Aku senang bisa sarapan berdua dengan ayahku.
“Aldi, nanti kamu berangkat sendiri saja ya. Ayah ada meeting di kantor,kalau ayah harus mengantarmu sekolah,bisa terlambat ayah,kamu naik angkot saja.”
Harapanku bisa bersama dengan ayah pupus. Tuhan apakah engkau tidak menghendaki aku bersama dengan ayah ?
Dengan menghela nafas panjang aku berusaha menjawab pertanyaan ayah “I..a..yah..ga..pa..pa” Jawabku
Setelah cukup lama menunggu angkot, aku memutuskan untuk berjalan kaki . Di sepanjang jalan menuju sekolah, aku selalu tersenyum ramah kepada semua orang, karena aku menyadari hanya senyumlah yang bisa kulakukan untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
Dua puluh menit kemudian aku sampai di seberang gerbang sekolahku. Sekolah yang sangat kubanggakan, walaupun tidak seperti sekolah pada umumnya. Aku bersekolah di sekolah yang khusus, orang sering menyebutnya sekolah luar biasa. Aku mulai menapakkan kakiku yang mengenakan sepatu hitam mengkilat, pemberian bunda saat ulang tahunku yang ke-9, tepat dua tahun yang lalu.
Aku bersemangat menuju sekolah. Di pertengahan jalan, mobil sedan dari arah barat menyenggolku. Aku tersungkur, dengan barutan kecil di lutut dan sikuku. Aku segera dibawa ke klinik terdekat. Seorang guru terlihat tergopoh-gopoh menghampiriku.
“Aldi,bagaimana keadaanmu ? apa kamu baik-baik saja ?”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk, sembari menahan rasa sakit. Dia adalah ibu Ria, guru kesayanganku. Aku sering menuliskan surat padanya tentang  segala masalah yang ku alami. Aku sangat menyayanginya, karena dialah yang mengertiku, dia yang selalu menghiburku disaat aku sedih.
Setelah lukaku di obati, bu Ria menganjurkanku untuk istirahat di rumah. Aku menggelengkan kepalaku, aku tak ingin hanya menyia-nyiakan waktuku di rumah. Aku telah berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan menjadi orang yang berguna kelak. Tapi bu Ria memaksaku untuk pulang, melihat kondisi tubuhku yang lemas. Dengan segera bu Ria menelpon ayahku, aku tidak mau merepotkan ayahku. Sesaat kemudian ayah datang, bu Ria menceritakan semuanya pada ayah. Akhirnya aku menuruti permintaan bu Ria untuk pulang.
Aku hanya tertunduk bersalah di kursi mobil, yang ku takutkan ternyata benar, ayah memarahiku.
“Dasar bisu, kamu ini hanya merepotkan ayah saja, kenapa bisa terserempet mobil sih.. apa kamu tidak bisa melihat ?”
Aku hanya diam, menitikkan air mata. Segera kuhapus  aliran air mata ini. Aku tidak ingin terlihat cengeng di depan ayah.
Sesampainya di rumah, ku curahkan semua isi hatiku di sebuah buku rahasia
Tuhan, hari ini aku berbuat kesalahan.
Ayah semakin membenciku, aku tidak tau lagi harus berbuat apa
Mungkin ayah sudah tidak ingin memaafkanku lagi. Harapanku untuk bisa merasakan kasih sayang ayah telah menipis.
Tuhan apabila aku hanya merepotkan ayah, ambil lah aku tuhan aku ingin tinggal bersamamu.
Mungkin hanya itu yang akan membuat ayah bahagia.
Aku tak bisa membendung tangisku, air mata ini semakin deras ketika aku terus mengingat betapa payahnya aku. Aku belum bisa menjadi anak yang baik untuk ayah. Bersama tangisku, keluar darah segar dari hidung mungilku. Aku tak tau pertanda apakah ini. Segera ku ambil kain dan kuseka hidungku.
Tiba-tiba bunda datang mengejutkanku, aku menatap bunda dengan riang seolah tak terjadi apapun padaku.
“Aldi,kata bu Ria kamu mengalami kecelakaan, bagaimana keadaanmu nak, kamu tidak apa-apa kan ?”
Aku tidak apa-apa bunda, hanya kurang hati-hati saja.
“syukurlah kamu tidak apa-apa, sekarang istirahatlah, kamu terlihat sangat pucat.”
Bunda besok adalah hari penerimaan rapot, apkah bunda bersedia mengambil rapotku ?
“Pasti sayang, bunda akan hadir untuk mengambil rapotmu, bunda yakin pasti kamu mendapat peringkat lagi di kelas.”
Kemudian aku terbaring, untuk istirahat sejenak. Aku kembali menangis, aku teringat ayah, Tuhan kapan aku bisa mendapat kasih sayang ayah,aku juga ingin menikmati masa-masa kecilku ini bersama ayah. Mungkin aku harus belajar sungguh-sungguh, agar aku sukses dan bisa membanggakan ayah, agar ayah dapat menyayangiku.
***
Hari pengambilan rapot pun tiba, tak kusangka aku mendapat peringkat pertama di kelas. Aku sudah tidak sabar menunjukkan nilai rapotku kepada ayah. Setibanya di rumah aku segera mencari ayah, ternyata ayah tidak ada di rumah. Aku menunggu ayah di ruang tamu. Tak lama kemudian ayah datang,segera kuletakkan rapotku di hadapan ayah. Aku berharap ayah membukanya, ternyata benar ayah membukanya.
“Nilainya bagus, tidak ada nilai merah sama sekali, heh.. pasti hasil contekan.“ ayah meletakkan kembali rapotku dengan kasar.
“Kamu salah mas, Aldi tidak mungkin menyontek, dia belajar dengan rajin sehingga nilainya baik.”
“Aku tidak percaya, dia itu bisu, mana mungkin dia memiliki kemampuan seperti itu.”
Ayah beranjak pergi, kulihat dokumen penting ayah tertinggal di meja, ku kejar ayah, kuraih tangan ayah untuk memberikan dokumen penting itu. Ayah berbalik arah kemudian mengambil dokumen itu dari tanganku.
“Sudah, pergi kamu, jangan sok baik padaku !” ayah mendorong tubuh kecilku hingga aku terlempar di lantai.
“kamu sungguh kasar mas, kamu tidak tau Aldi sangat menyayangimu”
“Aku tidak percaya, sebelum dia sendiri yang mengatakan itu padaku.”
Sekarang aku tahu ayah membenciku, karena aku bisu. Aku lari menuju kamarku,meraih buku yang menjadi tempat curahan hatiku.
Tuhan.. sekarang aku tau, mengapa ayah sangat membenciku, betapa ayah tidak menyayangiku
Ternyata ayah tidak mau memiliki anak seperti aku, yang hanya terdiam, tanpa bisa berucap.
Tuhan.. aku ingin sekali saja, engkau berikan aku suara, meskipun hanya hari ini.
Aku hanya ingin mengungkapkan rasa sayangku pada ayah, setelah itu ubahlah aku menjadi bisu kembali, aku rela Tuhan..
***
Pagi ini aku kembali bersekolah, aku main dengan puas bersama teman-temanku. Setelah lelah aku mengistirahatkan tubuhku di bangku dekat lapangan. Bel pulang berdering, dari kejauhan ku lihat ayah datang. Kemudian bu Ria menghampiri ayah, terjadi perbincangan antara keduanya. Terlihat bu Ria mengeluarkan surat dari tas hitamnya, ayah mendadak berkaca-kaca dan tersenyum. Segera ku hampiri ayahku itu. Ku peluk erat ayahku, seakan aku tak mau kehilangannya, aku sangat merindukan ayahku. Tapi ayah hanya terpaku. Kemudian ayah menggandengku untuk pulang, betapa senangnya aku dapat mengenggam tangan ayah. Aku belum pernah mengalami hal yang membahagiakan ini. Ayah mengajakku untuk singgah di taman kota.
“Aldi.. Ayah yakin kamu pasti lapar, kan ?” tanya ayah padaku.
Aku mengangguk, baru kali ini aku bisa makan berdua dengan Ayah. Setelah makan Ayah mengajakku untuk main bersama, seharian kami main berdua di taman. Aku senang sekali hari ini. Hari ini adalah hari terbaikku bersama Ayah.
Tuhan... hari ini adalah hari terbaikku bersama Ayah
Terima kasih karena telah mengabulkan permohonanku. Ayah sudah tidak membenciku lagi
Tuhan jangan ambil aku terlebih dahulu. Aku masih ingin bermain dengan Ayah
terima kasih Tuhan telah memberikan seorang Ayah terhebat yang ku kenal
ku sandarkan kepalaku di atas meja, darah segar kembali keluar dari hidungku, sesaat pandanganku kabur dan semuanya gelap. Kemudian aku tak sadarkan diri.
Ketika aku tersadar, semua alat kesehatan yang mengerikan, menancap di sekujur tubuhku. Kemudian kulihat Bunda datang.
“Tenang ya Aldi, kamu pasti akan sembuh.”
Ada apa dengan aku Bunda, apakah aku sakit ?
“Ya Aldi, kata dokter kamu mengidap kanker, tapi kamu tenang ya, penyakit itu tidak berbahaya, Aldi pasti segera sembuh.”ujar Bunda dengan menitikkan air mata.
Aku bimbang harus melakukan apa, kembali ku tulis surat untuk Sang Pencipta.
Tuhan... aku tidak tau apa itu kanker ?
Apakah itu berbahaya, apakah itu menyakitkan, apakah penyakit itu menaakutkan, hingga Bunda menangis.
Tuhan aku tidak ingin melihat Bunda menangis.
Aku ingin selalu membahagiakan Bunda.
Tuhan aku juga tidak ingin meninggalkan Ayah dan Bunda, aku masih ingin bermain dengan Ayah.
Aku masih merindukan kasih sayangnya
Aku ingin menikmati masa kecilku bersama Ayah.
Tuhan... jika aku pergi jagalah Ayah dan Bundaku
Terima kasih Tuhan, telah memberikanku Ayah dan Bunda yang sangat menyayangiku.
Setelah menulis surat kepalaku kembali terasa sakit, terlihat Ayah dari kejauhan menuju tempatku berbaring. Ayah menitikkan air matanya di hadapanku, segera ku hapus linangan air mata ayah dengan jariku.

“Kamu harus bertahan nak, Ayah sangat menyayangimu, Ayah tidak ingin kehilangan kamu, maafkan segala kesalahan ayah selama ini, Ayah yakin kamu anak yang kuat, bertahanlah sayang.”
Aku sangat senang mendengar perkataan Ayah, kini aku tau Ayah sangat menyayangiku. Ayah mencium keningku dengan penuh kasih, kemudian kami berpelukan. Ambilah aku Tuhan apabila itu kehendakmu, kini aku sudah merasakan hari-hari terbaik bersama Ayah. Setelah itu pandanganku kabur kemudian semuanya menjadi gelap. Selamat tinggal Ayah, selamat tinggal Bunda. Aldi sangat menyayangi Ayah dan Bunda.

Kali ini itu dulu, semoga saja cerpen cerpen diatas dapat bermanfaat, menghibur, dan diambil hikmahnya. Tunggu cerpen cerpen berikutnya gan. Jangan lupa kritik dan sarannnyaJ
Wassalamualaikum wr.wb









Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : contoh cerpen singkat tentang cinta, perjuangan dan sahabat

0 komentar:

Posting Komentar