CERPEN
Assalamualaikum wr.wb
Pertama tama
marilah kita penjatkan puji syukur kehadirat allah SAW, sehingga kali ini kita
masih diberi kesehatan dan dapat menghirup udara segar 😆
Hay gan..
Kali ini admin akan menyampaikan beberapa contoh cerpen yang sesuai
degan struktur dan kaidah. Cerpen ini karya anak bangsa lho dengan berbagai tema,
ada tentang cinta, sahabat, pendidikan, perjuangan, dll.
CONTOH TEKS
CERPEN
MENGAGUMI DALAM DIAM
Imelda Tata Fajaria
Dulu aku tak begitu mengenalnya, karena selain dia dulu
tidak satu sekolah dengan ku sekarang
aku juga tidak sekelas dengannya.
Berawal dari kegiatan ekstra pramuka, aku bertemu dengan
nya. Memang dia tidak Pras, teman
dekat ku dulu. Akan tetapi, entah mengapa jika aku melihatnya aku
jadi sulit melupakan Pras. Aku dan Pras terpisah bukan karena restu orang tua
tetapi karena sekolah yang berbeda.
Tama, iya namanya Tama
dia sekarang menjadi pemimpin di ekstraku, jika ada kegiatan ekstra aku
selalu bertemu dengannya dan
sekarang aku mulai mengaguminya. Ya, aku memang mengaguminya sejak kelas
sepuluh sampai sekarang. Karenanya aku
jadi semangat mengikuti kegiatan setiap hari jumat itu.
Sekarang aku sudah kelas sebelas, banyak orang yang bilang
kelas sebelas merupakan tingkatan kita untuk mencari jati diri disaat itu pula
aku mulai merasakan apa itu cinta,
akan tetapi aku hanya
bisa memendam rasa cinta itu kepadanya. Sudah setahun ini aku hanya mampu
mengaguminya
meskipun itu dari jauh.
Berawal dari acara ulang tahun temanku diekstra pramuka yang
dirayakan oleh pacarnya saat pulang ekstra, saat itu temanku Via tidak masuk
ekstra karena sakit, dengan terpaksa aku duduk sendirian. Sambil menunggu acara
dimulai aku mengambil gadged yang ada di tasku.
Aku merasakan ada sesuatu di sampingku, saat aku membalikan badan. Wow, ternyata sudah ada seorang lelaki yang duduk
di sampingku menatapku dan menyapaku. Betapa kagetnya aku ternyata orang yang
selama ini aku kagumi berada di dekatku. Yaa, sekarang aku duduk berdua
dengannya. Tidak hanya duduk, tetapi dia juga mengajak bicara dengan ku. Banyak
hal yang kita bicarakan, banyak juga gombalan
-gombalan yang diberikan kepadaku.
Sejak saat itu aku dan Tama menjadi dekat, maksudnya sekarang Tama sudah
mengenalku dan aku juga sudah mengenalnya. Tiap ada acara ekstra Tama selalu mengodeku, dengan sifatnya yang seperti
itu menjadikan ku salah tingkah bila didekatnya dan kini harapan itu muncul
dibenakku.
Keesokan harinya aku mendengar kabar bahwa dia sudah
memiliki seorang kekasih yaitu, seniorku di SMA. Seketika hatiku hancur
mendengarnya harapan itu seakan akan langsung sirna. Memang sakit itu ketika
mengagumi seseorang yang sedang mengagumi orang lain. Aku sempat berfikir kenapa
harus ada pertemuan yang singkat itu, kenapa dia selalu mengodeku disaat kita bertemu.
Sekarang apa dayalah aku.
Aku sadar, mungkin saja aku yang menganggapnya lebih atau
memang dia bersifat seperti itu di semua perempuan.
Menjauh?
Itu bukan pilihan ku. Pilihanku sekarang yaitu mengejar
prioritas. Tentu nilai yang ku kejar dan aku nggak bakal baper lagi
jika didekatnya.
Meski aku tau bahwa dia sudah memiliki seorang kekasih,
harapan itu selalu ada dibenakku karena inilah aku dan ini sifatku. Aku lebih
memilih tidak menjauhinya dan hanya mengagumi dari jauh karena cinta dalam diam
itu yang dianjurkan oleh agamaku. Sesuai dengan kisah cinta suci Saidatina
Fatimah dan Saidina Ali yang akhirnya Allah pertemukan. Sesungguhnya mereka yang mencintai
secara diam itu sedang berjihad. Berjihad menentang kehendak diri dan
menundukkan nafsu hati.
Seandainya jika kau catatkan dia sebagai milikku maka,
satukanlah hatinya dengan hatiku. Aku yakin bahwa keindahan itu akan datang
tepat pada waktunya.
Berakhir jadi Sahabat
Karya
Anisa Kusuma Aditya
Kringgg,
kringgggg. Bel pergantian jam berbunyi menandakan bahwa pelajaran di
kelasku berganti menjadi Biologi. Saat itu kami akan melakukan presentasi
Biologi. Kami berkumpul pada kelompok masing-masing. Aku dan Fadhila kebetulan
satu kelompok. Kami adalah teman sebangku. Kami sudah bersahabat sejak kelas 5
SD dan masuk ke SMA yang sama. Karena saking lamanya kami bersahabat, Aku dan
Fadhila memiliki banyak kesamaan akan tetapi selalu berbeda persepsi. Walaupun
begitu kami bisa saling melengkapi.
Setelah
pelajaran Biologi, kami keluar untuk pergi ke kantin.
“Fadhila
, ke kantin yuk” ajakku.
“Ayo, aku sudah merasa lapar gara-gara
presentasi tadi.” jawab Fadhila.
Akhirnya
kami pergi bersama ke kantin. Fadhila membeli nasi dan gorengan sedangkan aku
hanya membeli roti dan air mineral. Ketika kami akan membayar, kulihat Fadhila
terus memandangi seorang pria yang sedang makan di kantin. Yup, pria itu adalah
ketua kelas kami yaitu Fadlan. Dia memang sosok yang tampan, cerdas, dan bertanggung
jawab. Jadi tidak heran apabila banyak perempuan yang menyukainya terutama
Fadhila.
Kami
pun langsung pergi dari kantin setelah membayar. Ketika menuju ke kelas aku
bertanya kepada Fadhila
“Kamu suka sama Fadlan ya?” tanyaku sambil
menyenggol lengannya.
“Ah
enggak kok. Kamu sok tau deh” jawab Fadhila seraya tersenyum malu.
“Lantas
tadi kenapa kamu memandangi Fadlan terus?” tanyaku sambil tertawa. Fadhila
tidak menjawab pertanyaanku dan berjalan cepat meninggalkanku sendiri.
Esoknya
aku dan Fadhila berangkat bareng ke sekolahan. Aku dibonceng Fadhila
menggunakan sepedanya. Ketika diperjalanan ban sepeda Fadhila bocor, padahal
sekolahan masih jauh dan disekitar situ ak ada tukang tambal ban. Setelah
berjalan cukup jauh, akhirnya kami menemukan tunkang tambal ban. Saat kami
menunggu, terdengar dari kejauhan suara motor Fadlan dan teman-temannya. Fadlan
melihat aku dan Fadhila sedang menambalkan ban sepeda Fadhila. Kami ditawari
untuk nebeng motor Fadlan dan temannya. Karena aku tahu bahwa Fadhila
menyukai Fadlan maka aku menyuruh Fadhila untuk boncengan dengan Fadlan biar
aku dengan Rio, teman Fadlan. Fadhila pun mau walaupun sedikit malu.
Akhirnya
kami sampai di sekolahan tepat waktu.
“Makasih
ya udah bolehin kita nebeng kalian” ucapku.
“Gak
masalah kok, kita kan temen sekelas jadi harus saling nolong” jawab Fadlan.
“Ya
udah yuk kita masuk ke kelas nanti keburu gurunya dateng” sahut Fadhila.
Kami pun sampai di kelas dan mengikuti
pelajaran seperti biasa. Di kelas Fadhila tak henti-hentinya memandangi Fadlan
sambil senyam-senyum sendiri. Tanpa disadari oleh Fadhila, Fadlan melihat
kelakuannya tersebut. Aku yang berada disamping Fadhila berkata
“Fadhila, Fadhilaaa...., tuh kamu diliatin
sama Fadlan emang gak malu?”. Fadhila pun tersadar setelah aku senggol
tangannya. Fadlan memberi senyuman kepada Fadhila dan Fadhila hanya tersipu
malu.
Saat
jam istirahat kelas dalam keadaan kosong. Aku dan Fadhila menuju ke kelas
setelah dari perpustakaan. Ketika kami sampai di kelas terdapat satu tangkai
bunga mawar di meja Fadhila. Dilihatnya secarik kertas bertuliskan
With
Love,
F
Fadhila
senangnya bukan main karena ia yakin bunga itu dari Fadlan. Aku pun juga turut
senang atas kebahagiaannya. Tak lama kemudian Fadhila mendapat WA dari Fadlan: KITA KETEMUAN DI TAMAN
BELAKANG SEKOLAH JAM 4 SORE NANTI. Kebahagiaan Fadhila pun bertambah
setelah mendapatkan WA dari Fadlan.
Sorenya tepat pukul 16.00
Fadhila sampai di taman belakang sekolah begitu pula dengan Fadlan yang sudah
berada disana terlebih dahulu. Fadhila menghampiri Fadlan dengan rasa senang
yang disembunyikannya.
“Eh,
kamu ternyata udah dateng. Aku kirain kamu lupa” ucap Fadlan seraya kaget
dengan kedatangan Fadhila.
“Aku
gak bakaln lupa lah, apalagi buat ketemu sama kamu” jawab Fadhilasambil
tersenyum. Mereka berdua pun berkeliling disekitar taman sambil berbincang.
“Makasih
ya buat bunganya” ucap Fadhila dengan penuh percaya diri.
“Bunga???”
sahut Fadlan dengan ekspresi bingung.
“Aku
gak merasa pernah ngasih kamu bunga” jelas Fadlan.
“Lalu
bunga yang diatas mejaku tadi? Itu dari kamu kan??” tanya Fadhila dengan
keheranan.
“Ohh,
bunga itu. Memang benar dari aku tapi sebenarnya bunga itu untuk sahabatmu,
Ani” jawab Fadlan. Kebahagiaan Fadhila seketika hancur begitu saja setelah
mendengar penelasan Fadlan.
“Terus
apa hubungannya dengan kamu ngajak aku kesini??” tanya Fadhila dengan sedikit
kesal.
“Aku
ingin meminta bantuanmu untuk mendekati Ani karena aku menyukainya” jawab
Fadlan. Seketika air mata Fadhila mengalir di pipinya dan memalingkan wajahnya
dari Fadlan. Fadhila pun pergi meninggalkan Fadlan dengan tangis yang seketika
pecah dan perasaan kecewa.
Pagi itu aku dan Fadhila tidak
berangkat bersama. Aku tak mengetahui alasan Fadhila tidak menjemputku. Kami
akhirnya bertemu di kelas. Fadhila datang lebih dulu daripada aku. Aku
menghampirinya dan bertanya bagaimana ketika ketemuan sama Fadlan.
”Fadhila,
gimana kemarin sama Fadlan??” tanyaku. Fadhila seketika meninggalkanku dengan
raut wajah kesal tanpa menjawab pertanyaanku. Aku bingung kenapa Fadhila seperti
itu. Ketika istirahat, aku ke kantin sendirian tanpa ditemani Fadhila. Keluar
dari kantin, Fadlan memanggilku
“Ani!!”
Seketika aku langsung menengok kebelakang. Fadlan pun menghampiriku.
“Fadlan,
ada apa??”tanyaku padanya.
”Gak
apa-apa kok, aku cuma mau ngomong sebentar sama kamu” jawab Fadlan.
“Oh
ya sebelum itu aku mau tanya. Kenapa sih setelah ketemuan sama kamu
Fadhila kok jadi kayak gitu?” tanyaku lagi.
“Itu
yang pingin aku omongin sama kamu” jawab Fadlan.
Tanpa
aku sadari Fadhila melihatku dan Fadlan sedang berbincang. Ketika aku
memanggilnya ia lantas pergi.
Fadlan menceritakan semuanya
kepadaku ketika ia dan Fadhila ketemuan di taman. Aku begitu terkejut ketika
Fadlan berkata bahwa bunga yang diatas meja bukan untuknya tapi untukku. Fadlan
mengungkapkan perasaannya kepadaku bahwa ia menyukaiku bukan Fadhila.
“Akan
tetapi Fadhila lebih menyukaimu, Fadlan.” Jelasku.“Ia sudah lama mengagumimu.”
jelasku lagi pada Fadlan.
“Aku
mengajak ketemuan Fadhila kemarin untuk membantuku mendekatimu, Ni. Karena aku
suka sama kamu.” sahut Fadlan sambil memegang tanganku. Aku lantas pergi
meninggalkan Fadlan menuju ke kelas.
Pulang dari sekolah, aku
bertujuan pergi ke rumah Fadhila. Aku ingin menjelaskan semuanya bahwa Fadhila
telah salah paham. Ketika aku telah sampai di rumah Fadhila, aku hanya bertemu
dengan pembantunya. Aku menanyakan Fadhila ada di rumah atau tidak.
“Bik,
Fadhila ada di rumah ?” tanyaku.
“Fadhilanya
ada mbak, tapi katanya lagi gak mau diganggu sama siapa-siapa” jawab pembantu
Fadhila.
“Kalau
boleh tanyain lagi, bik. Ani mau ketemu.” sahutku.
Pembantu
Fadhila mengangguk dan masuk ke rumah. Taka lama kemudian pembantu Fadhila
kembali.
“Kata
Non Fadhila, dia gak mau ketemu sama mbak Ani.” jelas pembantu Fadhila.
Raut
wajahku berubah sedih
“Yaudah
bik, makasih. Maaf kalau ngerepotin.” ujarku.
“Nggak
apa-apa, mbak” jawabnya.
Setelah
pamit, aku langsung pulang ke rumahku yang tak jauh dari rumah Fadhila. Aku
berharap Fadhila tidak salah paham padaku.
“Ya Tuhan, jangan engkau biarkan ada kebencian
diantara kami.” ujarku dalam hati.
Di sekolah Fadhila tidak
berbicara sepatah dua patah katapun kepadaku. Aku takut hanya karna masalah
dengan Fadlan persahabatanku dengan Fadhila putus. Ketika di kelas hanya ada
aku dan Fadhila, aku memberanikan diri untuk berbicara padanya.
“Fadhila,
aku pingin jelasin semuanya ke kamu.” ucapku dengan sedikit gugup. Fadhila
menengok ke arahku.
“Jelasin
apa ? udah jelas kalau Fadlan itu suka sama kamu bukan aku.” jawab Fadhila
dengan wajah marah campur sedih.
“Aku
berusaha buat deket sama Fadlan biar dia tahu perasaan aku ke dia, tapi malah
apa jadinya dia bilang sendri ke aku kalau dia suka sama kamu, Ani.” sahut
Fadhila lagi.
“Hati
seketika hancur mendengar hal itu dan aku berpikir nggak mau kenal sama kamu lagi,
Ni” jelasnya dengan menangis. Mendengar ungkapan itu dengan Fadhila hatiku
menangis.
“Fadhila,
aku itu nggak suka sama Fadlan. Apakah hanya karna Fadlan persahabatan kita
bisa hancur begitu saja ? kita pernah berjanji bahwa kita nggak akan bisa terpisah
dalam maslah apapun.” ujarku dengan air mata yang terus mengalir dipipiku.
Fadhila lantas pergi dari kelas meninggalkanku yang masih menangis.
Berhari-hari aku tidak berbicara
dengan Fadhila, bahkan dikelaspun kami tak saling tegur sapa. Fadlan yang
melihat hal tersebut sampai pernah membantuku untuk mendekatkanku dengan
Fadhila kembali tapi gagal. Beberapa kali Fadlan membantu mengguakan cara
papun, tapi terus gagal. Ketika jam istiraha, aku pergi ke perpustakaan untuk
meminjam buku kimia. Tanpa disengaja aku bertemu dengan Fadlan yang juga akan
meminjam buku. Kamipun mencari buku bersama. Setelah selelsai meminjam buku
dari perpustakaan Fadlan memberikan satu lembar kertas yang bertuliskan. “malam
minggu nanti datang ya ke kafe melati jam 7. Kakakku ngadain pesta dan aku
disuruh mengundang kamu, datang ya ???”.
Aku
sempat berpikir bahwa aku tak au datang apalagi tanpa Fadhila, tapi karna
Fadlan disuruh kakaknya, jadi aku datang aja walaupun terpaksa.
Malam minggupun tiba, aku
bersiap-siap untuk datang ke pesta kakaknya Fadlan. Aku pergi kesana diantar
oleh supir. Ketika sampai disana kafe dalam keadan sepi dan tidak ada
tanda-tanda orang mengadakan pesta. Kulihat dipojokan kafe ada seorang
perempuan sedang duduk sendiri. Aku berjalan mendekatinya, setelah aku sudah
dibelakangnya, aku bertanya kepadanya.
“Permisi
mbak, apa benar disini diadakan pesta ?” tanyaku pada perempuan itu.
Perempun
itu balik badan dan begitu tekejutnya aku ketika melihatnya. Ternyata perempuan
itu adalah Fadhila.
“Fadhila
? Kamu ngapain ada disini ?” tanyaku penuh keheranan.
“Lantas
kamu juga ngapain ada disini ?“ Fadhila balik bertanya.
“Aku
diundang Fadlan kesini buat rayain pesta kelulusan kakaknya.” jawabku Fadhila
berdiri dari duduknya dan berkata.
“Aku
juga disuruh kesini sama Fadlan, tapi aku gak tahu alasannya menyuruh aku ke
kafe melati.”
Kami
berduapun bingung kenapa Fadlan menyuruh kami datang ketempat yang sama tapi
dengan alasan yang berbeda. Ketika aku dan Fadhila masih bingung dengan rencana
Fadlan, tiba-tiba ada suara gitar dan suara seoang pria yang menyanyikan sebuah
lagu. Lagu ini tidak asing ditelingaku karena aku pernah mendengarnya. Aku dan
Fadhila balik badan dan ternyata pria itu adalah Fadlan yang sedang menyanyikan
lagu Tiffany Kenanga berjdul Sahabat. Aku merasa terkejut begitu pula dengan
Fadhila.
“Fadlan,
katanya kakakmu mengadakn pesta tapi kok kafenya sepi ?” tanyaku sambil
mendekati Fadlan. Ia hanya tersenyum.
“Aku
menyuruh kalian kesini supaya kalian bisa saling berbincang. Suda cukup lama
kalian tidak seperti ini, karena aku kalian saling menjauh.” jelas Fadlan.
“Lalu
apa tujuan kamu melakukan ini semua ?” tanya Fadhila pada Fadlan.
“Ani,
Fadhlia, aku minta maaf, gara-gara aku persahabatan kalian jadi renggang. Aku
menyuruh kalian kesini karena aku pingin nyatuin kalian kembali.” jawab Fadlan.
“Aku nyanyi lagu ini karena aku bisa ngerti bahwa persahabatan kalian lebih
penting daripada harus nurutin ego aku.” sahut Fadlan lagi.
Tiba-tiba Fadhila memelukku dan
berkata.
“Ani,
aku minta maaf, akhir-akhir ini aku merasa egois. Aku udah nggak mikirin dan
nggak ngebolehin kamu ketemu sama aku. Aku Cuma mikirin diriku sendiri.”
“Nggak
apa-apa kok, aku bisa ngerti keadaan kamu. Aku juga minta maaf kalau aku punya
salah.” ucapku dengan perasaan haru. Kami akhirnya saling memaafkan. Fadlan
sangat senang bisa melihat aku dan Fadhila seperti dulu lagi.
“Mendapatkan
pacar itu lebih mudah daripada mendapatkan sahabat sejati. Karena apabila kita
sudah memilikinya, maka susah untuk mempertahankannya tanpa ada rasa saling
percaya satu sama lain.
“Mulai
sekarang aku pingin kita bertiga jadi sahabat.” ucap Fadlan dengan penuh
bahagia.
Aku,
Fadhila, dan Fadlan pun saling berpelukan. Sejak kejadian itu kami bertiga
menjadi sahabat dan tidaka ada lagi kesalahpahaman diantara kami.
Sahabat
Jadi Cinta
(karya : Risa W.I)
Pagi mulai menghampiri, suara ayam
yang membangunkan penduduk Desa Asri mulai terdengar ditelinga. Tak ketinggalan
suara burung yang berkicau sangat merdu mulai meramaikan suasana
Jam dinding sudah menunjukan pukul 05.00
WIB. Wanda mulai terbangun dari mimpi indahnya “Hoaaammmm selamat pagi dunia.” ucap
Wanda sembari membereskan tempat tidur nya. Dan bergegas untuk sholat shubuh
dan mandi.
Perlu diketahui Wanda adalah remaja
yang baru menginjak usia 15 tahun, kini Wanda duduk di bangku Sekolah Menengah
Atas di salah satu sekolah favorit di Semarang. Ia termasuk anak yang pendiam dan
pandai.
“Wan, sarapan dulu ya!” suruh Ibunya.
“Iya, Bu.” jawab Wanda.
Wanda lalu bergegas ke meja mukan
untuk sarapan, Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.20 WIB. Ia segera
berangkat ke sekolah, Sebelum berangkat sekolah ia tak lupa berpamitan dengan
kedua orang tuanya. Ia berangkat sekolah menggunakan sepeda motor ke sayangannya.
Ketika sampai di sekolah, sekolahnya sudah mulai ramai banyak murid yang
berdatangan. Ia mulai memasuki ruang kelas yang tak jauh dari parkiran di
sekolahnya itu. Sebelum jam 7 pagi, teman-teman Wanda mulai datang satu
persatu. “Hai Wan.” ucap Ari pagi itu. Wanda hanya membalas dengan senyuman. Oh
ya Ari itu adalah teman bahkan sahabat terbaik Wanda, Ia cowok yang paling
dekat dengan Wanda.
Awalnya Wanda hanya beranggapan
bahwa Ari itu sahabat yang paling perhatian, karena Ia selalu menemani di saat
duka maupun suka. Tetapi lama-kelamaan Wanda merasakan adanya rasa kepada Ari.
Di mata Wanda, Ari adalah cowok yang
paling sempurna di kelasnya. Tetapi Wanda merasa bahwa Ari tidak pantas
untuknya karena Ari adalah sahabat terbaiknya.
Tiba-Tiba bel istirahat berbunyi, lalu
Ari menghampiri Wanda.
“Hei Wan, Ke kantin yuk.” ajak Ari
“Oke, ayo.” jawab Wanda
Lalu Wanda dan Ari pergi ke kantin,
sesampainnya di kantin bertemu dengan Diki, Ia juga teman sekelas Wanda dan Ari
dan teman-teman dikelas banyak yang bilang kalau Diki itu suka denganWanda.
Tiba-tiba Diki menghampiri Wanda dan Ari.
“Hei Wan.” sapa Diki pada Wanda
“Iya Dik” jawab Wanda
“Ayo Wan, Kita duduk disana.” ajak Ari
“Wan
aku boleh ikut gabung dengan kalian berdua” tanya Diki
“Iya, boleh aja” kata Wanda
Lalu mereka makan bersama, tapi ada
pandangan yang aneh pada pada Ari, Ia terlihat tidak senang saat Diki ikut
bergabung. Wanda berharap Ari cemburu pada Diki. Tapi Wanda tidak bisa berharap
lebih seperti itu. Bisa saja Ari takut kehilanggan Wanda hanya sebagai sahabatnya
saja. Tiba-tiba bel masuk pun berbunyi.
“Ayo Wan, masuk ke kelas.” ajak Diki
“Kamu duluan aja, aku nanti sama Ari
aja” jawab Wanda
“Hemm ya udahlah, aku masuk ke kelas
dulu.” ucap Diki
Tidak lama kemudian Ari dan Wanda
pun bergegas menuju kelas. Di tengah perjalanan saat menuju kelas Ari bertanya
kepada Wanda.
“Kata teman-teman di kelas Diki itu
suka sama kamu ya?” tanya ARI
“Ihh kamu ngomong apa sih, ayo buruan
ke kelas ke buru Ibu guru datang.” jawab Wanda
Hari itu Ari kelihatan beda, Ia
seperti menyembunyikan sesuatu di belakang Wanda.
Bel pulang sekolah pun berbunyi, lalu
Diki mengajak Wanda pulang. Padahal Wanda berharap kalau Ari yang mengajaknya
pulang.
Setibanya di rumah, Wanda memarkirkan
sepedanya di depan rumah, Ia bergegas membuka
pintu gerbang yang menjulang tinggi di derpan rumahnya. Gerbang terbuka
dengan lebarnya kemudian Wanda mengambil sepedanya yang diparkir di depan rumah
dan memasukkannnya di halaman rumah, ia menurunkan standar sepedanya dan
bergegas masuk kedalam rumah. Wanda terduduk di salah satu kursi di rumahnya
lalu ia melepas satu demi satu tali sepatu yang mengikat sepatunya. Tak lupa ia
juga melepas kaos kaki yang membalut di kakinya. Lalu Wanda menuju kamar untuk
ganti baju, lalu ia berbaring ditempat tidur. Tiba-tiba ada seseorang yang
mengetuk pintu rumahnya. Kemudian wanda keluar kamar dan menuju kedepan untuk
membuka pintu rumahnya, tak di sangka ternyata yang datang ke rumahnya itu Ari.
Wanda sangat senang melihat Ari datang kerumanya kali itu.
“lagi sibuk gak Wan?” tanya Ari
“Enggak kok, emangnya ada apa?” jawab
Wanda
“Kalau nanti malam aku ajak kamu
keluar bisakan?” tanya Ari
“Emm iya ntar malam aku bisa kok”
jawab Wanda
“Ya udah ntar malam aku jemput kamu ya
Wan.” ujar Ari
Langit semakin tua, matahari di barat
lama kelamaan telah tenggelam, Langit yang semula biru telah berganti menjadi
kelabu. Tak terasa suara Adzan Maghrib telah berkumandang. Wanda bergegas untuk
mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sekitar seperempat
jam telah Wanda gunakan untuk menunaikan kewajibannya. Lalu Wanda bersiap-siap
untuk menunggu Ari dirumahnya.
Tak lama kemudian Ari pun datang.
“Malam Ar.” Sapa Wanda
“Iya malam juga Wan, gimana udah
siap?” tanya Ari
“Udah kok, Lagian juga udah pamit sama
orangtuaku.” ucap Wanda
Saat itu bertepatan dengan malam
minggu jadi Wanda di bolehin orang tuanya keluar rumah sebentar. Lalu mereka
berdua pergi dari rumah Wanda. Di jalan Wanda bertanya kepada Ari kalau
sebenarnya kita mau kemana, Ari bilang kalau tempatnya tidak jauh. Beberapa
saat kemudian tibalah mereka berdua di suatu taman Kota yang ramai, disitu Ari
mau tunjukin sesuatu kepada Wanda.
Wanda dan Ari pun duduk berdua
dislah satu bangku taman. Dan Ari pun membuka pembicaraan.
“Wan, ada yang pengen aku omongin,
tapi kamu jangan marah ya?” ucap Ari
Seketika itu juga jantungnya Wanda
berdegub kencamg.
“Iya, kamu mau ngomong apa?” tanya
Wanda pada Ari
“Wan, sebenarnya dari pertama kita ketemu,
aku sudah mulai sayang sama kamu, tapi aku masih malu jadi selama itu aku hanya
bisa bersahabat dengan kamu. Tapi baru malam ini aku berani ungkapkan ke kamu
Wan. Aku pengen kita punya cinta yang abadi seperti kuku yang selalu tumbuh walaupun telah dipotong
hingga berkali-kali. Aku juga ingin kata-kata aku dan kamu menjadi KITA.” ucap Ari
“Jadi kamu sudah lama memendam semua
ini.” tanya wanda
“Iya sudah lama, dan aku baru berani
mengatakannya sekarang Wan.” jawab Ari
“Kenapa kamu gak ngomong dari dulu,
padahal kita kan udah bersahabatan lama?”
tanya Wanda dengan serius
“Aku Cuma takut persahabatan kita jadi
rusak Wan.” ucap Ari
“Jujur aku sebenarnyan juga sayang
sama kamu lebih dari sekedar sahabat Ar.” jawab Wanda mengakui
“emmmmm jadi sekarang gimana?” tanya
Ari dengan gugup
“hmmm maaf banget, aku gak bisa.” ucap
Wanda
“ya udah gak apa-apa kok.” ucap Ari
kecewa
“Ihh dengerin dulu, maksutnya maaf gak
bisa nolak kamu hehehehe.” jawab Wanda dengan ketawa
“Kamu serius?” tanya Ari
“Duarius deh.” jawab Wanda
“Yee makasih ya Wan.” ucap Ari sambil
tersenyum
“Iya Ar.” ucap Wanda dengan membalas
senyumannya
Malam itu Wanda dan Ari pun sangat
bahagia, dan semenjak itu Wanda dan Ari resmi pacaran.
MENGHARAP KASIHMU
(Karya Asrining D
Palupi)
Kesunyian
malam menemaniku dalam kesendirianku . Hembusan angin seakan turut menghapus
limpahan air mata di pipiku. Entah sampai kapan aku akan bertahan dalam
penderitaan ini. Terdengar derap langkah perlahan menuju kamarku,segera kuhapus
linangan air mata yang tak mau pergi dari
mataku yang sipit. Pintu kamarku diketuk perlahan, ku dengar suara lembut
seorang perempuan memanggil namaku.
“Aldi..
ayo turun nak, waktunya makan malam.”
Aku
bergegas membuka pintu dan kulihat senyuman manis perempuan berparas cantik itu.
Dia adalah Bundaku, malaikat yang selama ini selalu melindungiku.
“Ayo
sayang, Ayah pasti sudah menunggu.” Ucap Bunda bersemangat.
Aku mengangguk
perlahan, ku raih tangan halus Bunda dan berjalan beriringan menuju meja makan,
yang masih hangat menunya. Aku sangat senang ketika melihat makanan kesukaanku
disajikan. Aku segera mengambil nasi dan duduk tepat di depan Ayah. Belum
sampai sesuap nasi masuk ke mulutku, tiba-tiba suara Ayah mengejutkanku.
“Kenapa
si bisu ini, kau ajak makan bersama kita, membuat selera makanku hilang saja ”
kata Ayah kasar kepada Bunda
“Apa
salahnya Aldi makan bersama dengan kita,
Mas ? dia juga anggota keluarga dirumah ini, dia juga anakmu Mas.” Nampak raut
muka Bunda kecewa.
“Heh..
jangan mimpi, aku tak sudi memiliki anak bisu seperti dia, dia bukan anakku ! “
“Mas, kau
boleh berkata kasar padaku, tapi jangan sampai kau sakiti anakku, kau memang seorang
Ayah yang tak berhati mas.“
“Terserah..
aku makan diluar saja” Ayah segera menyalakan mobilnya, keluar dari garasi
rumah, meninggalkan kami berdua di meja makan.
“Maafkan
Ayahmu ya, sayang “ sambil menangis Bunda membelai rambutku.
Aku
tersenyum lebar kepada Bunda. Dengan tabah ku genggam erat tangan Bunda, aku meyakinkan Bunda bahwa aku
baik-baik saja.
Ya.. hal
ini memang sering ku alami, terkadang aku merasa bersalah karena Bunda selalu
sakit hati jika aku dicaci maki oleh Ayah. Walaupun Ayah sering menyakitiku
tetapi aku tetap menyayanginya, bagiku Ayah adalah karunia terbaik yang
diberikan tuhan kepadaku, aku ingin selalu menjaga dan melindunginya. Aku memang
bukanlah anak yang sempurna, aku lahir tanpa tangis, sehingga dokter menyatakan
bahwa aku bisu. Tetapi aku tidak pernah menyalahkan Tuhan atas semua
kehendaknya, aku selalu bersyukur atas pemberiannya, tugasku adalah menjaga jiwa
dan raga ini. Begitu nasihat Bunda, ketika aku mulai kehilangan semangatku.
Malam itu
juga, dengan berat hati Bunda mengantarku ke kamar, dengan kasih dan sayang Bunda
mencium keningku.
“Maafkan
Bunda ya sayang, apapun yang terjadi Bunda akan selalu menyayangimu.“ bisik Bunda
lembut
Kemudian
aku meraih pensil dan secarik kertas di samping tempat tidurku, kutuliskan
perasaanku untuk Bunda
Bunda jangan sedih terus, Aldi nggak pernah marah kok sama
Ayah. Aldi sangat menyayangi Ayah, Aldi yakin Ayah pasti juga menyayangi Aldi.
Makasih ya Bunda untuk semua kasih sayang yang telah Bunda berikan pada Aldi,
Aldi sangat menyayangi Bunda.
Setelah
membaca tulisanku, Bunda memelukku erat, kemudian meningalkanku untuk
istirahat. Dalam tidurku, aku selalu berharap esok akan menjadi hari terbaikku
bersama Ayah.
Seperti
malam-malam sebelumnya aku sulit untuk tidur. Jam sudah menunjukkan tengah
malam,tetapi mata ini serasa tak mau dipejamkan. Aku sesekali ingat pada Ayah, aku sering
berpikir mengapa Ayah begitu membenciku ?, apakah Ayah malu memiliki anak
seperti aku ?
Ah..
kubuang pertanyaan-pertanyaan aneh itu dalam benakku,aku tetap yakin bahwa
suatu saat Ayah akan menyayangiku. Ku singkirkan hangatnya selimut,kemudian aku
beranjak dari ranjangku untuk mengambil air wudhu. Langkahku seketika terhenti,
melihat ayah tertidur pulas di kursi ruang tamu. Aku berbalik arah mengambil
selimut di kamarku. Ku selimuti ayahku yang tampak sangat kelelahan. Ku pandangi
ayahku dalam-dalam. Seandainya ayah tau,aku sangat mencintai dan menyayangi
ayah.
Malam pun
semakin larut, dan mata ini tak segera terpejam, aku sangat bosan. Kemudian aku
melangkah menuju meja belajarku. Ku curahkan segala perasaan dalam selembar
kertas suci.
Tuhan, mengapa engkau ciptakan aku seperti ini ?
Mengapa aku berbeda dari yang lain?
Tetapi aku tidak boleh menyerah untuk menjalani ini semua
Aku juga tidak akan menyalahkanmu, Tuhan. Aku juga tidak
akan menyesali apa yang telah ku miliki
Tugasku adalah mensyukuri apa yang menjadi milikku, dan
menjaganya dengan baik.
Aku yakin suatu saat nanti, aku akan menjadi manusia berguna,
manusia yang dapat menjaga ayah dan bunda.
Aku berharap, engkau hilangkan rasa benci ayah padaku.
Aku ingin mendapat kasih sayang dari ayahku,sosok
pemimpin hebat, yang telah engkau anugerahkan padaku.
Aku juga ingin merasakan hangatnya pelukan ayah, aku juga
ingin bermain bersama dengan ayah seperti anak yang
lain.
Aku selalu menyayangimu ayah..
Sang
surya telah menjema masuk ke kamarku, menandakan bahwa aku harus segera bangun,
menyiapkan diri untuk sekolah. Sebelumnya aku membantu bunda dahulu di dapur
menyiapkan sarapan.
“Aldi
hari ini bunda berangkat pagi, jadi nanti kamu berangkat sekolah bersama ayah, ya..“
Aku
mengangguk dengan senyum riang. Terbesit di pikiranku bahwa aku akan mengalami
hari terbaik dalam hidupku bersama ayah. Terima kasih Tuhan engkau telah
mengabulkan permohonanku.
Aku
bersiap cepat, kemudian menuju meja makan untuk sarapan. Aku senang bisa
sarapan berdua dengan ayahku.
“Aldi,
nanti kamu berangkat sendiri saja ya. Ayah ada meeting di kantor,kalau ayah harus mengantarmu sekolah,bisa
terlambat ayah,kamu naik angkot saja.”
Harapanku
bisa bersama dengan ayah pupus. Tuhan apakah engkau tidak menghendaki aku
bersama dengan ayah ?
Dengan
menghela nafas panjang aku berusaha menjawab pertanyaan ayah “I..a..yah..ga..pa..pa”
Jawabku
Setelah
cukup lama menunggu angkot, aku memutuskan untuk berjalan kaki . Di sepanjang
jalan menuju sekolah, aku selalu tersenyum ramah kepada semua orang, karena aku
menyadari hanya senyumlah yang bisa kulakukan untuk memberikan kebahagiaan
kepada orang lain.
Dua puluh
menit kemudian aku sampai di seberang gerbang sekolahku. Sekolah yang sangat
kubanggakan, walaupun tidak seperti sekolah pada umumnya. Aku bersekolah di
sekolah yang khusus, orang sering menyebutnya sekolah luar biasa. Aku mulai
menapakkan kakiku yang mengenakan sepatu hitam mengkilat, pemberian bunda saat
ulang tahunku yang ke-9, tepat dua tahun yang lalu.
Aku
bersemangat menuju sekolah. Di pertengahan jalan, mobil sedan dari arah barat
menyenggolku. Aku tersungkur, dengan barutan kecil di lutut dan sikuku. Aku
segera dibawa ke klinik terdekat. Seorang guru terlihat tergopoh-gopoh
menghampiriku.
“Aldi,bagaimana
keadaanmu ? apa kamu baik-baik saja ?”
Aku hanya
tersenyum dan mengangguk, sembari menahan rasa sakit. Dia adalah ibu Ria, guru
kesayanganku. Aku sering menuliskan surat padanya tentang segala masalah yang ku alami. Aku sangat
menyayanginya, karena dialah yang mengertiku, dia yang selalu menghiburku
disaat aku sedih.
Setelah
lukaku di obati, bu Ria menganjurkanku untuk istirahat di rumah. Aku
menggelengkan kepalaku, aku tak ingin hanya menyia-nyiakan waktuku di rumah.
Aku telah berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan menjadi orang yang berguna
kelak. Tapi bu Ria memaksaku untuk pulang, melihat kondisi tubuhku yang lemas.
Dengan segera bu Ria menelpon ayahku, aku tidak mau merepotkan ayahku. Sesaat
kemudian ayah datang, bu Ria menceritakan semuanya pada ayah. Akhirnya aku
menuruti permintaan bu Ria untuk pulang.
Aku hanya
tertunduk bersalah di kursi mobil, yang ku takutkan ternyata benar, ayah
memarahiku.
“Dasar
bisu, kamu ini hanya merepotkan ayah saja, kenapa bisa terserempet mobil sih..
apa kamu tidak bisa melihat ?”
Aku hanya
diam, menitikkan air mata. Segera kuhapus aliran air mata ini. Aku tidak ingin terlihat
cengeng di depan ayah.
Sesampainya
di rumah, ku curahkan semua isi hatiku di sebuah buku rahasia
Tuhan, hari ini aku berbuat kesalahan.
Ayah semakin membenciku, aku tidak tau lagi harus berbuat
apa
Mungkin ayah sudah tidak ingin memaafkanku lagi.
Harapanku untuk bisa merasakan kasih sayang ayah telah menipis.
Tuhan apabila aku hanya merepotkan ayah, ambil lah aku
tuhan aku ingin tinggal bersamamu.
Mungkin hanya itu yang akan membuat ayah bahagia.
Aku tak
bisa membendung tangisku, air mata ini semakin deras ketika aku terus mengingat
betapa payahnya aku. Aku belum bisa menjadi anak yang baik untuk ayah. Bersama
tangisku, keluar darah segar dari hidung mungilku. Aku tak tau pertanda apakah
ini. Segera ku ambil kain dan kuseka hidungku.
Tiba-tiba bunda
datang mengejutkanku, aku menatap bunda dengan riang seolah tak terjadi apapun
padaku.
“Aldi,kata
bu Ria kamu mengalami kecelakaan, bagaimana keadaanmu nak, kamu tidak apa-apa
kan ?”
Aku tidak apa-apa bunda, hanya kurang hati-hati saja.
“syukurlah
kamu tidak apa-apa, sekarang istirahatlah, kamu terlihat sangat pucat.”
Bunda besok adalah hari penerimaan rapot, apkah bunda
bersedia mengambil rapotku ?
“Pasti
sayang, bunda akan hadir untuk mengambil rapotmu, bunda yakin pasti kamu
mendapat peringkat lagi di kelas.”
Kemudian
aku terbaring, untuk istirahat sejenak. Aku kembali menangis, aku teringat
ayah, Tuhan kapan aku bisa mendapat kasih sayang ayah,aku juga ingin menikmati
masa-masa kecilku ini bersama ayah. Mungkin aku harus belajar sungguh-sungguh,
agar aku sukses dan bisa membanggakan ayah, agar ayah dapat menyayangiku.
***
Hari
pengambilan rapot pun tiba, tak kusangka aku mendapat peringkat pertama di
kelas. Aku sudah tidak sabar menunjukkan nilai rapotku kepada ayah. Setibanya
di rumah aku segera mencari ayah, ternyata ayah tidak ada di rumah. Aku
menunggu ayah di ruang tamu. Tak lama kemudian ayah datang,segera kuletakkan
rapotku di hadapan ayah. Aku berharap ayah membukanya, ternyata benar ayah
membukanya.
“Nilainya
bagus, tidak ada nilai merah sama sekali, heh.. pasti hasil contekan.“ ayah
meletakkan kembali rapotku dengan kasar.
“Kamu
salah mas, Aldi tidak mungkin menyontek, dia belajar dengan rajin sehingga nilainya
baik.”
“Aku
tidak percaya, dia itu bisu, mana mungkin dia memiliki kemampuan seperti itu.”
Ayah
beranjak pergi, kulihat dokumen penting ayah tertinggal di meja, ku kejar ayah,
kuraih tangan ayah untuk memberikan dokumen penting itu. Ayah berbalik arah
kemudian mengambil dokumen itu dari tanganku.
“Sudah,
pergi kamu, jangan sok baik padaku !” ayah mendorong tubuh kecilku hingga aku
terlempar di lantai.
“kamu
sungguh kasar mas, kamu tidak tau Aldi sangat menyayangimu”
“Aku tidak
percaya, sebelum dia sendiri yang mengatakan itu padaku.”
Sekarang
aku tahu ayah membenciku, karena aku bisu. Aku lari menuju kamarku,meraih buku
yang menjadi tempat curahan hatiku.
Tuhan.. sekarang aku tau, mengapa ayah sangat membenciku,
betapa ayah tidak menyayangiku
Ternyata ayah tidak mau memiliki anak seperti aku, yang
hanya terdiam, tanpa bisa berucap.
Tuhan.. aku ingin sekali saja, engkau berikan aku suara,
meskipun hanya hari ini.
Aku hanya ingin mengungkapkan rasa sayangku pada ayah,
setelah itu ubahlah aku menjadi bisu kembali, aku rela Tuhan..
***
Pagi ini
aku kembali bersekolah, aku main dengan puas bersama teman-temanku. Setelah
lelah aku mengistirahatkan tubuhku di bangku dekat lapangan. Bel pulang
berdering, dari kejauhan ku lihat ayah datang. Kemudian bu Ria menghampiri
ayah, terjadi perbincangan antara keduanya. Terlihat bu Ria mengeluarkan surat
dari tas hitamnya, ayah mendadak berkaca-kaca dan tersenyum. Segera ku hampiri
ayahku itu. Ku peluk erat ayahku, seakan aku tak mau kehilangannya, aku sangat
merindukan ayahku. Tapi ayah hanya terpaku. Kemudian ayah menggandengku untuk
pulang, betapa senangnya aku dapat mengenggam tangan ayah. Aku belum pernah
mengalami hal yang membahagiakan ini. Ayah mengajakku untuk singgah di taman
kota.
“Aldi.. Ayah
yakin kamu pasti lapar, kan ?” tanya ayah padaku.
Aku
mengangguk, baru kali ini aku bisa makan berdua dengan Ayah. Setelah makan Ayah
mengajakku untuk main bersama, seharian kami main berdua di taman. Aku senang
sekali hari ini. Hari ini adalah hari terbaikku bersama Ayah.
Tuhan... hari ini adalah hari terbaikku bersama Ayah
Terima kasih karena telah mengabulkan permohonanku. Ayah
sudah tidak membenciku lagi
Tuhan jangan ambil aku terlebih dahulu. Aku masih ingin
bermain dengan Ayah
terima kasih Tuhan telah memberikan seorang Ayah terhebat
yang ku kenal
ku
sandarkan kepalaku di atas meja, darah segar kembali keluar dari hidungku,
sesaat pandanganku kabur dan semuanya gelap. Kemudian aku tak sadarkan diri.
Ketika
aku tersadar, semua alat kesehatan yang mengerikan, menancap di sekujur
tubuhku. Kemudian kulihat Bunda datang.
“Tenang
ya Aldi, kamu pasti akan sembuh.”
Ada apa dengan aku Bunda, apakah aku sakit ?
“Ya Aldi,
kata dokter kamu mengidap kanker, tapi kamu tenang ya, penyakit itu tidak
berbahaya, Aldi pasti segera sembuh.”ujar Bunda dengan menitikkan air mata.
Aku
bimbang harus melakukan apa, kembali ku tulis surat untuk Sang Pencipta.
Tuhan... aku tidak tau apa itu kanker ?
Apakah itu berbahaya, apakah itu menyakitkan, apakah
penyakit itu menaakutkan, hingga Bunda menangis.
Tuhan aku tidak ingin melihat Bunda menangis.
Aku ingin selalu membahagiakan Bunda.
Tuhan aku juga tidak ingin meninggalkan Ayah dan Bunda,
aku masih ingin bermain dengan Ayah.
Aku masih merindukan kasih sayangnya
Aku ingin menikmati masa kecilku bersama Ayah.
Tuhan... jika aku pergi jagalah Ayah dan Bundaku
Terima kasih Tuhan, telah memberikanku Ayah dan Bunda
yang sangat menyayangiku.
Setelah
menulis surat kepalaku kembali terasa sakit, terlihat Ayah dari kejauhan menuju
tempatku berbaring. Ayah menitikkan air matanya di hadapanku, segera ku hapus
linangan air mata ayah dengan jariku.
“Kamu
harus bertahan nak, Ayah sangat menyayangimu, Ayah tidak ingin kehilangan kamu,
maafkan segala kesalahan ayah selama ini, Ayah yakin kamu anak yang kuat,
bertahanlah sayang.”
Aku
sangat senang mendengar perkataan Ayah, kini aku tau Ayah sangat menyayangiku.
Ayah mencium keningku dengan penuh kasih, kemudian kami berpelukan. Ambilah aku
Tuhan apabila itu kehendakmu, kini aku sudah merasakan hari-hari terbaik
bersama Ayah. Setelah itu pandanganku kabur kemudian semuanya menjadi gelap.
Selamat tinggal Ayah, selamat tinggal Bunda. Aldi sangat menyayangi Ayah dan
Bunda.
Kali ini itu dulu, semoga
saja cerpen cerpen diatas dapat bermanfaat, menghibur, dan diambil hikmahnya. Tunggu
cerpen cerpen berikutnya gan. Jangan lupa kritik dan sarannnyaJ
Wassalamualaikum
wr.wb
0 komentar:
Posting Komentar