Assalamualaikum wr.wb
Pertama tama marilah kita penjatkan puji syukur kehadirat allah SAW, sehingga kali ini kita masih diberi kesehatan dan dapat menghirup udara segar
Hay gan.. Kali ini admin akan menyampaikan contoh cerpen yang sesuai dengan struktur dan kaidah. cerpen yang berjudul "MENGHARAP
KASIHMU" ini menceritakan tentang perjalanan hidup seorang anak lelaki yang bisu. cerita lebih lanjut, silahkan disimak ya gan..
CONTOH TEKS CERPEN
MENGHARAP
KASIHMU
(Karya Asrining D
Palupi)
Kesunyian
malam menemaniku dalam kesendirianku . Hembusan angin seakan turut menghapus
limpahan air mata di pipiku. Entah sampai kapan aku akan bertahan dalam
penderitaan ini. Terdengar derap langkah perlahan menuju kamarku,segera kuhapus
linangan air mata yang tak mau pergi dari
mataku yang sipit. Pintu kamarku diketuk perlahan, ku dengar suara lembut
seorang perempuan memanggil namaku.
“Aldi..
ayo turun nak, waktunya makan malam.”
Aku
bergegas membuka pintu dan kulihat senyuman manis perempuan berparas cantik itu.
Dia adalah Bundaku, malaikat yang selama ini selalu melindungiku.
“Ayo
sayang, Ayah pasti sudah menunggu.” Ucap Bunda bersemangat.
Aku mengangguk
perlahan, ku raih tangan halus Bunda dan berjalan beriringan menuju meja makan,
yang masih hangat menunya. Aku sangat senang ketika melihat makanan kesukaanku
disajikan. Aku segera mengambil nasi dan duduk tepat di depan Ayah. Belum
sampai sesuap nasi masuk ke mulutku, tiba-tiba suara Ayah mengejutkanku.
“Kenapa
si bisu ini, kau ajak makan bersama kita, membuat selera makanku hilang saja ”
kata Ayah kasar kepada Bunda
“Apa
salahnya Aldi makan bersama dengan kita,
Mas ? dia juga anggota keluarga dirumah ini, dia juga anakmu Mas.” Nampak raut
muka Bunda kecewa.
“Heh..
jangan mimpi, aku tak sudi memiliki anak bisu seperti dia, dia bukan anakku ! “
“Mas, kau
boleh berkata kasar padaku, tapi jangan sampai kau sakiti anakku, kau memang seorang
Ayah yang tak berhati mas.“
“Terserah..
aku makan diluar saja” Ayah segera menyalakan mobilnya, keluar dari garasi
rumah, meninggalkan kami berdua di meja makan.
“Maafkan
Ayahmu ya, sayang “ sambil menangis Bunda membelai rambutku.
Aku
tersenyum lebar kepada Bunda. Dengan tabah ku genggam erat tangan Bunda, aku meyakinkan Bunda bahwa aku
baik-baik saja.
Ya.. hal
ini memang sering ku alami, terkadang aku merasa bersalah karena Bunda selalu
sakit hati jika aku dicaci maki oleh Ayah. Walaupun Ayah sering menyakitiku
tetapi aku tetap menyayanginya, bagiku Ayah adalah karunia terbaik yang
diberikan tuhan kepadaku, aku ingin selalu menjaga dan melindunginya. Aku memang
bukanlah anak yang sempurna, aku lahir tanpa tangis, sehingga dokter menyatakan
bahwa aku bisu. Tetapi aku tidak pernah menyalahkan Tuhan atas semua
kehendaknya, aku selalu bersyukur atas pemberiannya, tugasku adalah menjaga jiwa
dan raga ini. Begitu nasihat Bunda, ketika aku mulai kehilangan semangatku.
Malam itu
juga, dengan berat hati Bunda mengantarku ke kamar, dengan kasih dan sayang Bunda
mencium keningku.
“Maafkan
Bunda ya sayang, apapun yang terjadi Bunda akan selalu menyayangimu.“ bisik Bunda
lembut
Kemudian
aku meraih pensil dan secarik kertas di samping tempat tidurku, kutuliskan
perasaanku untuk Bunda
Bunda jangan sedih terus, Aldi nggak pernah marah kok sama
Ayah. Aldi sangat menyayangi Ayah, Aldi yakin Ayah pasti juga menyayangi Aldi.
Makasih ya Bunda untuk semua kasih sayang yang telah Bunda berikan pada Aldi,
Aldi sangat menyayangi Bunda.
Setelah
membaca tulisanku, Bunda memelukku erat, kemudian meningalkanku untuk
istirahat. Dalam tidurku, aku selalu berharap esok akan menjadi hari terbaikku
bersama Ayah.
Seperti
malam-malam sebelumnya aku sulit untuk tidur. Jam sudah menunjukkan tengah
malam,tetapi mata ini serasa tak mau dipejamkan. Aku sesekali ingat pada Ayah, aku sering
berpikir mengapa Ayah begitu membenciku ?, apakah Ayah malu memiliki anak
seperti aku ?
Ah..
kubuang pertanyaan-pertanyaan aneh itu dalam benakku,aku tetap yakin bahwa
suatu saat Ayah akan menyayangiku. Ku singkirkan hangatnya selimut,kemudian aku
beranjak dari ranjangku untuk mengambil air wudhu. Langkahku seketika terhenti,
melihat ayah tertidur pulas di kursi ruang tamu. Aku berbalik arah mengambil
selimut di kamarku. Ku selimuti ayahku yang tampak sangat kelelahan. Ku pandangi
ayahku dalam-dalam. Seandainya ayah tau,aku sangat mencintai dan menyayangi
ayah.
Malam pun
semakin larut, dan mata ini tak segera terpejam, aku sangat bosan. Kemudian aku
melangkah menuju meja belajarku. Ku curahkan segala perasaan dalam selembar
kertas suci.
Tuhan, mengapa engkau ciptakan aku seperti ini ?
Mengapa aku berbeda dari yang lain?
Tetapi aku tidak boleh menyerah untuk menjalani ini semua
Aku juga tidak akan menyalahkanmu, Tuhan. Aku juga tidak
akan menyesali apa yang telah ku miliki
Tugasku adalah mensyukuri apa yang menjadi milikku, dan
menjaganya dengan baik.
Aku yakin suatu saat nanti, aku akan menjadi manusia berguna,
manusia yang dapat menjaga ayah dan bunda.
Aku berharap, engkau hilangkan rasa benci ayah padaku.
Aku ingin mendapat kasih sayang dari ayahku,sosok
pemimpin hebat, yang telah engkau anugerahkan padaku.
Aku juga ingin merasakan hangatnya pelukan ayah, aku juga
ingin bermain bersama dengan ayah seperti anak yang
lain.
Aku selalu menyayangimu ayah..
Sang
surya telah menjema masuk ke kamarku, menandakan bahwa aku harus segera bangun,
menyiapkan diri untuk sekolah. Sebelumnya aku membantu bunda dahulu di dapur
menyiapkan sarapan.
“Aldi
hari ini bunda berangkat pagi, jadi nanti kamu berangkat sekolah bersama ayah, ya..“
Aku
mengangguk dengan senyum riang. Terbesit di pikiranku bahwa aku akan mengalami
hari terbaik dalam hidupku bersama ayah. Terima kasih Tuhan engkau telah
mengabulkan permohonanku.
Aku
bersiap cepat, kemudian menuju meja makan untuk sarapan. Aku senang bisa
sarapan berdua dengan ayahku.
“Aldi,
nanti kamu berangkat sendiri saja ya. Ayah ada meeting di kantor,kalau ayah harus mengantarmu sekolah,bisa
terlambat ayah,kamu naik angkot saja.”
Harapanku
bisa bersama dengan ayah pupus. Tuhan apakah engkau tidak menghendaki aku
bersama dengan ayah ?
Dengan
menghela nafas panjang aku berusaha menjawab pertanyaan ayah “I..a..yah..ga..pa..pa”
Jawabku
Setelah
cukup lama menunggu angkot, aku memutuskan untuk berjalan kaki . Di sepanjang
jalan menuju sekolah, aku selalu tersenyum ramah kepada semua orang, karena aku
menyadari hanya senyumlah yang bisa kulakukan untuk memberikan kebahagiaan
kepada orang lain.
Dua puluh
menit kemudian aku sampai di seberang gerbang sekolahku. Sekolah yang sangat
kubanggakan, walaupun tidak seperti sekolah pada umumnya. Aku bersekolah di
sekolah yang khusus, orang sering menyebutnya sekolah luar biasa. Aku mulai
menapakkan kakiku yang mengenakan sepatu hitam mengkilat, pemberian bunda saat
ulang tahunku yang ke-9, tepat dua tahun yang lalu.
Aku
bersemangat menuju sekolah. Di pertengahan jalan, mobil sedan dari arah barat
menyenggolku. Aku tersungkur, dengan barutan kecil di lutut dan sikuku. Aku
segera dibawa ke klinik terdekat. Seorang guru terlihat tergopoh-gopoh
menghampiriku.
“Aldi,bagaimana
keadaanmu ? apa kamu baik-baik saja ?”
Aku hanya
tersenyum dan mengangguk, sembari menahan rasa sakit. Dia adalah ibu Ria, guru
kesayanganku. Aku sering menuliskan surat padanya tentang segala masalah yang ku alami. Aku sangat
menyayanginya, karena dialah yang mengertiku, dia yang selalu menghiburku
disaat aku sedih.
Setelah
lukaku di obati, bu Ria menganjurkanku untuk istirahat di rumah. Aku
menggelengkan kepalaku, aku tak ingin hanya menyia-nyiakan waktuku di rumah.
Aku telah berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan menjadi orang yang berguna
kelak. Tapi bu Ria memaksaku untuk pulang, melihat kondisi tubuhku yang lemas.
Dengan segera bu Ria menelpon ayahku, aku tidak mau merepotkan ayahku. Sesaat
kemudian ayah datang, bu Ria menceritakan semuanya pada ayah. Akhirnya aku
menuruti permintaan bu Ria untuk pulang.
Aku hanya
tertunduk bersalah di kursi mobil, yang ku takutkan ternyata benar, ayah
memarahiku.
“Dasar
bisu, kamu ini hanya merepotkan ayah saja, kenapa bisa terserempet mobil sih..
apa kamu tidak bisa melihat ?”
Aku hanya
diam, menitikkan air mata. Segera kuhapus aliran air mata ini. Aku tidak ingin terlihat
cengeng di depan ayah.
Sesampainya
di rumah, ku curahkan semua isi hatiku di sebuah buku rahasia
Tuhan, hari ini aku berbuat kesalahan.
Ayah semakin membenciku, aku tidak tau lagi harus berbuat
apa
Mungkin ayah sudah tidak ingin memaafkanku lagi.
Harapanku untuk bisa merasakan kasih sayang ayah telah menipis.
Tuhan apabila aku hanya merepotkan ayah, ambil lah aku
tuhan aku ingin tinggal bersamamu.
Mungkin hanya itu yang akan membuat ayah bahagia.
Aku tak
bisa membendung tangisku, air mata ini semakin deras ketika aku terus mengingat
betapa payahnya aku. Aku belum bisa menjadi anak yang baik untuk ayah. Bersama
tangisku, keluar darah segar dari hidung mungilku. Aku tak tau pertanda apakah
ini. Segera ku ambil kain dan kuseka hidungku.
Tiba-tiba bunda
datang mengejutkanku, aku menatap bunda dengan riang seolah tak terjadi apapun
padaku.
“Aldi,kata
bu Ria kamu mengalami kecelakaan, bagaimana keadaanmu nak, kamu tidak apa-apa
kan ?”
Aku tidak apa-apa bunda, hanya kurang hati-hati saja.
“syukurlah
kamu tidak apa-apa, sekarang istirahatlah, kamu terlihat sangat pucat.”
Bunda besok adalah hari penerimaan rapot, apkah bunda
bersedia mengambil rapotku ?
“Pasti
sayang, bunda akan hadir untuk mengambil rapotmu, bunda yakin pasti kamu
mendapat peringkat lagi di kelas.”
Kemudian
aku terbaring, untuk istirahat sejenak. Aku kembali menangis, aku teringat
ayah, Tuhan kapan aku bisa mendapat kasih sayang ayah,aku juga ingin menikmati
masa-masa kecilku ini bersama ayah. Mungkin aku harus belajar sungguh-sungguh,
agar aku sukses dan bisa membanggakan ayah, agar ayah dapat menyayangiku.
***
Hari
pengambilan rapot pun tiba, tak kusangka aku mendapat peringkat pertama di
kelas. Aku sudah tidak sabar menunjukkan nilai rapotku kepada ayah. Setibanya
di rumah aku segera mencari ayah, ternyata ayah tidak ada di rumah. Aku
menunggu ayah di ruang tamu. Tak lama kemudian ayah datang,segera kuletakkan
rapotku di hadapan ayah. Aku berharap ayah membukanya, ternyata benar ayah
membukanya.
“Nilainya
bagus, tidak ada nilai merah sama sekali, heh.. pasti hasil contekan.“ ayah
meletakkan kembali rapotku dengan kasar.
“Kamu
salah mas, Aldi tidak mungkin menyontek, dia belajar dengan rajin sehingga nilainya
baik.”
“Aku
tidak percaya, dia itu bisu, mana mungkin dia memiliki kemampuan seperti itu.”
Ayah
beranjak pergi, kulihat dokumen penting ayah tertinggal di meja, ku kejar ayah,
kuraih tangan ayah untuk memberikan dokumen penting itu. Ayah berbalik arah
kemudian mengambil dokumen itu dari tanganku.
“Sudah,
pergi kamu, jangan sok baik padaku !” ayah mendorong tubuh kecilku hingga aku
terlempar di lantai.
“kamu
sungguh kasar mas, kamu tidak tau Aldi sangat menyayangimu”
“Aku tidak
percaya, sebelum dia sendiri yang mengatakan itu padaku.”
Sekarang
aku tahu ayah membenciku, karena aku bisu. Aku lari menuju kamarku,meraih buku
yang menjadi tempat curahan hatiku.
Tuhan.. sekarang aku tau, mengapa ayah sangat membenciku,
betapa ayah tidak menyayangiku
Ternyata ayah tidak mau memiliki anak seperti aku, yang
hanya terdiam, tanpa bisa berucap.
Tuhan.. aku ingin sekali saja, engkau berikan aku suara,
meskipun hanya hari ini.
Aku hanya ingin mengungkapkan rasa sayangku pada ayah,
setelah itu ubahlah aku menjadi bisu kembali, aku rela Tuhan..
***
Pagi ini
aku kembali bersekolah, aku main dengan puas bersama teman-temanku. Setelah
lelah aku mengistirahatkan tubuhku di bangku dekat lapangan. Bel pulang
berdering, dari kejauhan ku lihat ayah datang. Kemudian bu Ria menghampiri
ayah, terjadi perbincangan antara keduanya. Terlihat bu Ria mengeluarkan surat
dari tas hitamnya, ayah mendadak berkaca-kaca dan tersenyum. Segera ku hampiri
ayahku itu. Ku peluk erat ayahku, seakan aku tak mau kehilangannya, aku sangat
merindukan ayahku. Tapi ayah hanya terpaku. Kemudian ayah menggandengku untuk
pulang, betapa senangnya aku dapat mengenggam tangan ayah. Aku belum pernah
mengalami hal yang membahagiakan ini. Ayah mengajakku untuk singgah di taman
kota.
“Aldi.. Ayah
yakin kamu pasti lapar, kan ?” tanya ayah padaku.
Aku
mengangguk, baru kali ini aku bisa makan berdua dengan Ayah. Setelah makan Ayah
mengajakku untuk main bersama, seharian kami main berdua di taman. Aku senang
sekali hari ini. Hari ini adalah hari terbaikku bersama Ayah.
Tuhan... hari ini adalah hari terbaikku bersama Ayah
Terima kasih karena telah mengabulkan permohonanku. Ayah
sudah tidak membenciku lagi
Tuhan jangan ambil aku terlebih dahulu. Aku masih ingin
bermain dengan Ayah
terima kasih Tuhan telah memberikan seorang Ayah terhebat
yang ku kenal
ku
sandarkan kepalaku di atas meja, darah segar kembali keluar dari hidungku,
sesaat pandanganku kabur dan semuanya gelap. Kemudian aku tak sadarkan diri.
Ketika
aku tersadar, semua alat kesehatan yang mengerikan, menancap di sekujur
tubuhku. Kemudian kulihat Bunda datang.
“Tenang
ya Aldi, kamu pasti akan sembuh.”
Ada apa dengan aku Bunda, apakah aku sakit ?
“Ya Aldi,
kata dokter kamu mengidap kanker, tapi kamu tenang ya, penyakit itu tidak
berbahaya, Aldi pasti segera sembuh.”ujar Bunda dengan menitikkan air mata.
Aku
bimbang harus melakukan apa, kembali ku tulis surat untuk Sang Pencipta.
Tuhan... aku tidak tau apa itu kanker ?
Apakah itu berbahaya, apakah itu menyakitkan, apakah
penyakit itu menaakutkan, hingga Bunda menangis.
Tuhan aku tidak ingin melihat Bunda menangis.
Aku ingin selalu membahagiakan Bunda.
Tuhan aku juga tidak ingin meninggalkan Ayah dan Bunda,
aku masih ingin bermain dengan Ayah.
Aku masih merindukan kasih sayangnya
Aku ingin menikmati masa kecilku bersama Ayah.
Tuhan... jika aku pergi jagalah Ayah dan Bundaku
Terima kasih Tuhan, telah memberikanku Ayah dan Bunda
yang sangat menyayangiku.
Setelah
menulis surat kepalaku kembali terasa sakit, terlihat Ayah dari kejauhan menuju
tempatku berbaring. Ayah menitikkan air matanya di hadapanku, segera ku hapus
linangan air mata ayah dengan jariku.
“Kamu
harus bertahan nak, Ayah sangat menyayangimu, Ayah tidak ingin kehilangan kamu,
maafkan segala kesalahan ayah selama ini, Ayah yakin kamu anak yang kuat,
bertahanlah sayang.”
Aku
sangat senang mendengar perkataan Ayah, kini aku tau Ayah sangat menyayangiku.
Ayah mencium keningku dengan penuh kasih, kemudian kami berpelukan. Ambilah aku
Tuhan apabila itu kehendakmu, kini aku sudah merasakan hari-hari terbaik
bersama Ayah. Setelah itu pandanganku kabur kemudian semuanya menjadi gelap.
Selamat tinggal Ayah, selamat tinggal Bunda. Aldi sangat menyayangi Ayah dan
Bunda.
***
Semoga saja cerpen diatas dapat bermanfaat, menghibur, dan diambil hikmahnya.
Tunggu cerpen cerpen berikutnya gan. Jangan lupa kritik dan sarannnyaJ
Wassalamualaikum wr.wb
0 komentar:
Posting Komentar